BANJARMASIN, shalokalindonesia.com – Badan eksekutif mahasiswa (BEM) UNISKA Banjarmasin gelar Dialog Tanpa Intervensi (DIGTI) dengan menyungsung tema “Refleksi 74 Tahun KALSEL! Sibuk – sibuknya sipaling bakal calon bangun personal branding, anggaran baliho lebih mahal daripada gagasan”.

Dengan menghadirkan dua narasumber yaitu Badrul Ain Sanusi seorang praktisi hukum dan pengamat politik, dan Erwin Yunaidi wakil presiden mahasiswa UNISKA MAB 2022, bertempat di Kopi Along Banjarmasin, Minggu (11/8/2024) malam.

Menjelang pilkada 2024 sangat banyak baliho-baliho yang terpasang di pinggir jalan, namun masyarakat menganggap para calon tersebut hanya membuat narasi tetapi minim gagasan dan aksi.

Hal tersebut disampaikan oleh Badrul Ain Sanusi selaku narasumber, bahwa para calon-calon itu hanya menunjukkan baliho saja, tapi bagaimana mereka mengunjuk gagasan terhadap publik atau masyarakat ?.

“Karena sementara ini yang masyarakat lihat hanya baliho saja yang terpasang tetapi gagasan mereka yang lemah, nah maka dari itu para calon-calon pemimpin itu seharusnya memiliki gagasan, bukan hanya baliho saja yang terpasang,” cetusnya.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Erwin Yunaidi terkait dengan baliho-baliho yang terpampang di pinggir jalan saat menjelang pilkada 2024 ini.

“Kita lihat dipinggir jalan banyak baliho calon pemimpin daerah kita, yang sebenarnya kalau saya bilang baliho-baliho tersebut tidak bisa menjelaskan apa sih tujuan mereka maju, apa sih yang mereka bawa sesimpel baliho doang itu belum bisa menjelaskan,” ucapnya.

Erwin menganggap mereka hanya bisa menulis merangkul bersama kemudian bergerak bersama rakyat, narasi seperti itu sebenarnya agak kurang untuk disampaikan oleh orang yang bakal memimpin Kalimantan Selatan.

“Artinya kita perlu seorang pemimpin yang berani konkrit bilang kalau misalnya kalimantan selatan itu adalah tanggung jawab dia, kemudian segala kesejahteraan, bentuk permasalahan pendidikan dan ekonomi masyarakat dan lain sebagainya itu tanggung jawab dia,” tegasnya.

Terkait dengan money politik, lanjut Erwin, itu ada dua, yang pertama memang betul membantu kepada masyarakat dan yang satunya lagi membeli suara rakyat untuk memaafkan ketidak mampuan berpikir daripada calon pemimpin.

“Jadi money politik yang sering terjadi adalah pemimpin ini dia gak punya gagasan, dia gak punya apa-apa untuk meyakinkan masyarakat, maka yang ia tawarkan adalah uang seperti itu, anggap saja kita di kasih 100 sampai 200 ribu itu terlalu kecil untuk 5 tahun kedepan,” tambahnya. (shalokalindonesia.com/khalid/rizky)

Editor: Nanang

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *