
BANJARMASIN, shalokalindonesia.com– Dua pengedar narkoba jenis sabu, Rahmat dan Fitriyadi alias Ipit, mendapatkan vonis yang tergolong ringan dibandingkan dengan terdakwa lain yang memiliki kasus serupa.
Dengan barang bukti sabu seberat 344 gram, keduanya hanya dijatuhi hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin dalam sidang terbuka pada Kamis, 21 November 2024.
Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono, SH, MH, bersama dua hakim anggota, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sudi, SH, MH, dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.
Selain hukuman penjara, Rahmat dan Ipit diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar, yang apabila tidak dibayar, akan diganti dengan tambahan hukuman 3 bulan penjara.
Berdasarkan fakta persidangan, Rahmat dan Ipit dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Keduanya terbukti bersekongkol dalam peredaran sabu, dan mereka juga diketahui merupakan residivis dalam kasus serupa.
Penangkapan bermula dari laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan keduanya di wilayah Kota Banjarmasin.
Tim Opsnal Subdit Ditresnarkoba Polda Kalimantan Selatan kemudian melakukan penyelidikan. Pada 18 Juli 2024, petugas menangkap Ipit di rumahnya di Jalan Cempaka Putih, tempat ditemukan sabu seberat 1,32 gram, timbangan digital, plastik klip, dan alat isap sabu.
Dari pengakuan awal Ipit, petugas menemukan barang bukti tambahan berupa 28 paket sabu dengan berat total 351 gram di lokasi lain di kawasan yang sama. Ipit mengaku barang tersebut diperoleh dari Rahmat, warga Desa Tatah Belayung. Keduanya lalu dibawa ke Polda Kalimantan Selatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Vonis 7 tahun yang dijatuhkan kepada Rahmat dan Ipit menimbulkan pertanyaan publik, terutama karena hukuman tersebut lebih ringan dibandingkan dengan kasus serupa yang melibatkan barang bukti lebih sedikit. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan tujuan pemberian efek jera kepada pengedar narkoba.
Saat dimintai keterangan, Kasi Penkum Kejati Kalsel tidak memberikan tanggapan, sementara JPU Sudi juga belum dapat dihubungi untuk memberikan penjelasan mengenai dasar tuntutan dan vonis.
Keputusan ini memunculkan desakan dari masyarakat agar ada transparansi dalam penegakan hukum kasus narkoba, terutama karena kedua terdakwa merupakan residivis dengan barang bukti yang cukup besar. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam memutus rantai peredaran narkoba di Banjarmasin dan sekitarnya. (CORY)