SHALOKAL.INDONESIA, BINJAI- Viral di media sosial video seorang bocah kelas 6 Sekolah Dasar di Langkat, Binjai Sumatera Utara kini sedang berbadan dua dengan kandungan sudah 8 bulan, kini diusir warga hingga dikeluarkan dari sekolahnya karena kekerasan seksual atau rudapaksa.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga saat menemui Bunga (bukan nama sebenarnya), meminta keterangan dari orang tua dan pasangan suami-istri yang saat ini merawat korban.
Ia juga mendorong Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terbaik bagi korban sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
“Menindaklanjuti kunjungan ini, minggu depan akan dilaksanakan Rapat Koordinasi lintas pihak, baik dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Binjai, Pemerintah Kabupaten Langkat, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menentukan siapa berbuat apa sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing karena Pemerintah Pusat tentu tidak bisa bergerak sendirian untuk menangani kasus ini,” tuturnya melansir laman KemenPPPA dan dilansir dari Indozone, Kamis (12/1/2023).
Ia menambahkan, kasus ini harus ditangani secara serius, khususnya korban yang masih dibawah umur agar bisa m memastikan korban mendapatkan hak-hak dasarnya, termasuk hak atas perlindungan,” tambah Menteri Bintang.
“Sesuai kesepakatan bersama, korban dan orang tuanya masih tinggal bersama untuk merawatnya di Binjai,” terangnya.
Ia menyebutkan, sembari menunggu proses pendekatan oleh Pemda, korban sementata dibawa ke rumah Aman karena sebagai upaya memberikan pendampingan terbaik bagi korban, ” katanya.
“Dikarenakan korban masih berusia anak, sehingga ia belum memahami secara optimal bagaimana cara mengasuh dirinya sendiri dan apa yang harus dilakukan dalam proses kehamilannya. Harus kita pikirkan bersama pula, siapa yang akan mengasuh bayi yang tengah dikandung korban karena sejatinya anak harus diasuh, bukan mengasuh,” tutur Menteri PPPA.
Menanggapi diusir warga dan dikeluarkan dari sekolah, dirinya mendorong Pemda untuk memastikan pemenuhan hak atas pendidikan korban. Pasalnya, tidak hanya diusir oleh warga desa tempat ia tinggal di Kabupaten Langkat, korban pun dikeluarkan dari sekolah setelah diketahui hamil.
“Setelah proses pemulihan, korban akan kembali ke orang tuanya dan melanjutkan pendidikannya. Bagaimanapun, anak merupakan generasi penerus kita. Oleh karena itu, wajib belajar 12 tahun harus mereka jalani,” ujar Menteri PPPA.
Ia meminta secara tegas pihak kepolisian setempat untuk melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut dengan cepat dan tuntas.
“Meskipun kasus ini belum dilaporkan secara langsung oleh korban ataupun keluarga, tetapi beritanya sudah menyebar dan harus segera ditindaklanjuti karena kewajiban Negara untuk memastikan anak-anak Indonesia terlindungi dari segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Kami meminta kepada pihak kepolisian agar pelaku ditindak secara tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan tanpa memandang status kekerabatan pelaku dengan korban,” jelasnya.
“Pelaku diduga menyetubuhi korban hingga hamil dan jika memenuhi unsur Pasal 76D Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014, maka terancam sanksi pidana sesuai Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016. “Selain itu, pelaku dapat diproses dengan menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” tegasnya.
Diketahui, kasus ini berawal dari unggahan HZ di media sosial miliknya.Dalam kesempatannya menemui Menteri PPPA, HZ mengatakan, korban merupakan seorang anak perempuan yang polos dan gemar bermain layaknya anak-anak.
Ia juga menceritakan kronologi hingga pada akhirnya korban tinggal di rumahnya. HZ menyampaikan, ia dan suaminya bersedia mengasuh korban untuk sementara hingga kondisinya membaik dan bisa kembali kepada orang tuanya. (SI)
Editor: Erma Sari, S.Pd
Ket foto: Ilustrasi korban pemerkosaan anak di bawah umur. (Foto: ist)