SHALOKAL.INDONESIA, JAKARTA- Presiden Joko Widodo bersyukur kinerja pasar modal Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar modal negara-negara lain. Hal ini, katanya, dibuktikan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meningkat 4,1 persen sepanjang tahun 2022. Kapitalisasi pasar modal, menurutnya, juga tumbuh 15 persen hingga mencapai Rp9.499 triliun.
Selain menyambut kinerja pasar modal yang positif, Jokowi juga mengaku senang mengetahui bahwa investor pasar modal di Tanah Air didominasi oleh kalangan muda.
“Tadi saya senang mendapatkan informasi dari Ketua OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bahwa investor di bursa kita sekarang ini 55 persen adalah anak-anak muda di bawah 30 tahun, dan 70 persen adalah di bawah 40 tahun. Artinya prospek ke depan betul-betul masih sangat menjanjikan” ungkap Jokowi dalam Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) di Gedung BEI, Jakarta, Senin (2/1).
Meski begitu Jokowi tetap mengingatkan agar semua pihak tetap hati-hati dan waspada. Pasalnya, situasi global sampai detik ini masih dihantui dengan berbagai ketidakpastian. Bahkan mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut bahwa tahun 2023 merupakan tahun ujian baik bagi perekonomian global maupun nasional.
“Optimistis tapi tetap waspada dan hati-hati tantangan di tahun 2023, utamanya ekonomi global dengan ketidakpastian yang sulit dihitung, sulit dikalkulasi. Kita berharap ekonomi kita masih bisa tumbuh di angka di atas lima persen. Kalau tahun 2022 pastikan sudah di atas lima persen. Tapi kita harap di tahun 2023 juga masih di atas lima persen,” katanya.
Kinerja IHSG 2022 Terbaik Se-ASEAN dan Se-Asia
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar mengklaim kinerja IHSG terbaik se-ASEAN dan se-Asia. Pencapaian tersebut, katanya patut disyukuri, pasalnya menutup 2022, kinerja pasar modal Eropa anjlok 12 persen yang artinya capaian tersebut merupakan terjelek sejak tahun 2018, bahkan lebih buruk dari saat dilanda pandemi COVID-19 pada 2020-2021.
“Dalam konteks itu kita patut bersyukur di tengah gejolak dan ketidakpastian di Eropa dan banyak negara secara global, kinerja perekonomian Indonesia dan juga cerminannya pada kinerja pasar modal Indonesia di tahun 2022 justru bertahan dan cenderung menunjukkan kinerja yang sangat positif, bahkan terbaik dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN dan Asia secara umum,” ungkap Mahendra.
Selain kinerja IHSG yang ditutup naik, aktvitas perdagangan di pasar modal Indonesia tahun 2022 juga naik signifikan dimana frekuensi transaksi harian mencapai 1,31 juta kali — yang terbesar di ASEAN, menurut Mahendra. Selain itu, katanya, terdapat 59 pencatatan saham baru atau initial public offering (IPO) sepanjang tahun lalu. Jumlah investor di pasar modal pun meningkat hingga mencapai 10,3 juta orang. Jumlah tersebut, menurutnya, meningkat 10 kali lipat atau 1000 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
(Yang) menarik lagi adalah investor domestik, yang sudah mencapai 55 persen dari seluruh investor, didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z atau zilenials, yang (prosentase) gabungannya adalah 58,7 persen. Itulah capaian yang luar biasa,” tambahnya.
Guna mempertahankan capaian yang positif menuryt Mahendra, pemerintah akan terus meningjkatkan integritas, akuntabilitas dan kredibilitas sehingga akan lebih mendorong minat investasi masyarakat Indonesia di pasar modal tanah air. Ia mengatakan, jumlah investor yang saat ini mencapai 10,3 juta ini baru setara dengan empat persen populasi nasional.
“Walaupun 50 persen market kapitalisasi kita terhadap PDB (produk domestik bruto) nasional, namun hal itu masih jauh tertinggal dari di atas 100 persen negara-negara ASEAN yang lain. Apa yang menjadi prirotas ke depan dengan perkuatan perekonomian, daya tahan yang kuat, maka tidak ada istilah wait and see bagi investasi di Indonesia, it’s all about investment, investment, and investment. Kita harus siap untuk itu dan kita dorong momentumnya,” tuturnya.
Investor Zilenials Hanya Sekedar Fear of Missing Out (FOMO)?
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan meningkatnya minat kalangan muda untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia merupakan efek dari pandemi COVID-19. Dengan banyaknya waktu luang, para anak muda tersebut mempunyai waktu luang lebih untuk mempelajari berbagai instrumen investasi yang saat ini sangat mudah untuk dibeli dan diakses secara online.
Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira (screenshot)
Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira (screenshot)
Menurutnya, ini merupakan tren yang sangat positif, karena kalangan muda menjadi lebih familiar dan terbiasa berinvestasi sejak dini. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa peningkatan investor muda ini hanya sekedar ikut-ikutan tren, Bhima melihat bahwa hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan dan memperkaya literasi terkait pasar modal.
“Wajar kalau ada yang bilang kemarin pada waktu pandemi ada FOMO atau fear of missing out, jadi kenaikan yang signifikan investor retail tapi itu cuma temporer. Tapi menurut saya gak ada masalah, karena nanti seiring berjalannya waktu mungkin awalnya ikut-ikutan, tapi ke depan dengan literasi yang lebih baik, bisa membaca fundamental keuangan, laporan keuangan dianalisis, tidak hanya ikut-ikutan tren sesaat, artinya akan meningkatkan juga kualitas dan juga regenasi dari investasi di pasar modal dalam jangka panjang,” ungkap Bhima kepada VOA.
Lebih jauh, Bhima menjelaskan bahwa kinerja IHSG yang lebih baik dari negara-negara lain tercipata karena berbagai emiten yang berkaitan dengan komoditas seperti batu bara atau perkebunan sawit mengalami kinerja positif seiring dengan terjadinya booming harga komoditas.. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas lima persen membuat banyak investor asing tertarik untuk masuk ke pasar modal di Tanah Air.
“2023 ada beberapa tantangan, salah satunya beberapa perusahaan digital yang sudah IPO, sudah melantai di bursa ini masih terus dicermati karena mereka kemarin melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) massal, pencatatan keuangannya masih merugi dalam jumlah besar. Ini mungkin (akan membuat) investor akan lebih selektif untuk memilih mana yang pertumbuhannya bagus, sekaligus juga ke depan mengharapkan dividen,” jelasnya. [gi/ab]
Menurutnya, ini merupakan tren yang sangat positif, karena kalangan muda menjadi lebih familiar dan terbiasa berinvestasi sejak dini. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa peningkatan investor muda ini hanya sekedar ikut-ikutan tren, Bhima melihat bahwa hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan dan memperkaya literasi terkait pasar modal.
“Wajar kalau ada yang bilang kemarin pada waktu pandemi ada FOMO atau fear of missing out, jadi kenaikan yang signifikan investor retail tapi itu cuma temporer. Tapi menurut saya gak ada masalah, karena nanti seiring berjalannya waktu mungkin awalnya ikut-ikutan, tapi ke depan dengan literasi yang lebih baik, bisa membaca fundamental keuangan, laporan keuangan dianalisis, tidak hanya ikut-ikutan tren sesaat, artinya akan meningkatkan juga kualitas dan juga regenasi dari investasi di pasar modal dalam jangka panjang,” ungkap Bhima kepada VOA..
Lebih jauh, Bhima menjelaskan bahwa kinerja IHSG yang lebih baik dari negara-negara lain tercipata karena berbagai emiten yang berkaitan dengan komoditas seperti batu bara atau perkebunan sawit mengalami kinerja positif seiring dengan terjadinya booming harga komoditas.. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas lima persen membuat banyak investor asing tertarik untuk masuk ke pasar modal di Tanah Air.
“2023 ada beberapa tantangan, salah satunya beberapa perusahaan digital yang sudah IPO, sudah melantai di bursa ini masih terus dicermati karena mereka kemarin melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) massal, pencatatan keuangannya masih merugi dalam jumlah besar. Ini mungkin (akan membuat) investor akan lebih selektif untuk memilih mana yang pertumbuhannya bagus, sekaligus juga ke depan mengharapkan dividen,” jelasnya. (Si/voa)
Editor: Erma Sari, S pd
Presiden Jokowi menyatakan tahun 2023 sebagai tahun ujian dari ancaman panjang resesi global. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)