BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sedang menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan swasembada pangan.

Program ini, yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor, diharapkan menjadi solusi strategis bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, berbagai kendala teknis dan struktural menjadi hambatan yang perlu segera diatasi.

Hal itu disampaikan, Akademisi Universitas Lambung Mangkurat,Dr. Muzdalifah, SE, M.Si
kepada awak media, Selasa (26/11/2024).

Salah satu masalah utama adalah maraknya alih fungsi lahan. Banyak lahan pertanian kini beralih menjadi perkebunan besar atau kawasan perkotaan.

Di sisi lain, lahan rawa yang berpotensi menjadi sumber produktivitas sering kali tergenang air sepanjang musim, memerlukan teknologi canggih agar dapat dikelola.

Selain itu, mayoritas lahan pertanian di Kalsel masih bergantung pada tadah hujan, sehingga pengembangan infrastruktur irigasi menjadi kebutuhan mendesak.

Namun, modernisasi sektor pertanian tidak bisa berjalan tanpa dukungan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.

“Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengadopsi teknologi modern menjadi penghambat signifikan,” katanya.

Dari sisi ekonomi, keterbatasan anggaran pemerintah daerah membuat subsidi dan insentif bagi petani sulit diwujudkan.

” Kalsel juga masih sangat bergantung pada sektor pertambangan, sehingga sektor pertanian belum menjadi prioritas utama dalam investasi, ” terangnya.

Hal ini diperburuk oleh persaingan penggunaan lahan untuk kelapa sawit dan pembangunan infrastruktur kota.

Harga hasil panen yang fluktuatif, logistik yang kurang terintegrasi, serta keterbatasan akses modal usaha juga menjadi tantangan yang menekan para petani kecil.

Mereka sering kali terpaksa berhutang kepada tengkulak untuk memenuhi kebutuhan pertanian maupun biaya hidup.

Di balik tantangan ini, program swasembada pangan membawa harapan besar. Dengan optimalisasi lahan rawa melalui inovasi teknologi, Kalsel memiliki potensi untuk menjadi penopang kebutuhan pangan nasional, terutama di tengah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang semakin meningkatkan permintaan pangan.

“Diversifikasi ekonomi melalui pengembangan sektor pertanian juga membuka peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan kesejahteraan,” ucapnya.

Selain itu, program ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, mulai dari produksi hingga distribusi pangan.

Swasembada pangan bukan hanya soal ketahanan pangan, tetapi juga langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian daerah.

” Jika dikelola dengan baik, Kalsel bisa menjadi pelopor dalam inovasi pertanian berbasis lahan rawa dan gambut, sekaligus memperkuat perekonomian lokal, ” jelasnya.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat, swasembada pangan di Kalsel bukan sekadar angan, melainkan target yang dapat dicapai.

” Kini saatnya memanfaatkan potensi besar ini untuk membawa Kalsel menuju masa depan yang lebih mandiri dan sejahtera” pungkasnya. (na).

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Saya sangat pesimis di Kalsel, bisakah swasembada pangan. Dulu di era orba, swasembada pangan dilakukan melalui program intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi. Melalui intensifikasi dgn kegiatan insus dan Supra insus serta inmum, yg terkoordinir secara berjenjang sampai ketingkat bawah melalui Mantri Tani dan PPL, maka swasembada pangan bisa berhasil mulai tahun 1984 sampai tahun 90-an. Dan orba perlu waktu sekitar 14 tahun, baru swasembada. Nah, sekarang ini di era presiden Prabowo, baru bicara keinginan utk swasembada pangan, tapi programnya tidak jelas. Metode apa yg dipakai utk membangun pertanian di Indonesia. Makanya saya pesimis.