BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Dalam hal Pemilih Difabel, Komisioner KPU Kalsel Nida Guslaili Rahmadina mengatakan, nanti punya aturan PKPU terkait dengan Hari H Pemungutan dan Penghitungan suara, maka ada beberapa item yang harus diperhatikan.
“Dalam hal ini adalah pembuatan TPS dan pada saat nantinya menggunakan hak pilih, maka dari penyandang disabilitas yang sudah diundang menggunakan hak pilih dic bh hari pemungutan suara kita siapkan akses mereka untuk menggunakan hak pilih, diantaranya adalah akses yang mudah kepada penyandang disabilitas,” ujar Nida, Minggu (3/9/2023) usai GCM sesi keempat yang digelar RRI Banjarmasin di Aula UIN Antasari Banjarmasin.
Katanya, selain itu, jika disabilitas dengan tinggi badan tidak ideal, maka kotak suara ditempatkan tidak terlalu tinggi. Juga letak geografis dan alat bantu untuk menggunakan hak pilih penyandang disabilitas juga diperhatikan.
Disebutkan, pada PKPU terdahulu ada form C3 untuk pendampingan, sehingga penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilih masuk dalam bilik suara diberikan bantuan, sepanjang sudah mendapat form C3 Pendamping.
Ditegaskannya, KPU juga sudah memberikan ruang yang luas pada saat pencocokan dan penelitian daftar pemilih sejak Februari 2023, maka Petugas tidak membedakan. Pada saat DPT Berjenjang, nol koma 27 persen dari DPT adalah penyandang disabilitas.
“Artinya kami sudah melakukan progres dan usaha dan memaksimalkan untuk penyandang disabilitas tetap diakomodir dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap),” Nida menambahkan.
Diinformasikannya, lebih dari 21 ribu difabel dari lebih 3 juta pemilih di Kalsel.
Disisi lain, KPU tidak saja memperhatikan yang penyandang mental, orang dalam gangguan jiwa juga tetap dipastikan untuk bisa diakomodir dalam hak pilihnya.
“Jadi di 2019 dari 2020, orang yang dalam gangguan mental tetap kita akomodir. Sekalipun ada anggapan masyarakat Orang Gila dipaksa untuk memilih, tidak itu. Kita berharap atau ada kemungkinan pada saat hari H mereka tersebut sembuh dari persoalan mentalnya dan hak mereka tetap kita pastikan,” katanya.
Hal ini dikarenakan KPU RI ingin memastikan bahwa seluruh masyarakat Indonesia, Kalimantan Selatan, bisa menggunakan hak pilih. Terlepas dari anggapan bahwa orang-orang dengan gangguan mental, ODGJ dan sebagainya bisa tidak di Hari Hnya nanti. Itu tergantung nantinya di lapangan.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Kalsel Muhammad Ridani mengatakan, Bawaslu mencatat dalam Pemilu 2019, partisipasi penyandang disabilitas kurang dari 50 persen.
Diharapkan, kawan-kawan KPU mengajak seluruh masyarakat dalam upaya melihat problem rendahnya partisipasi disabilitas tersebut. Sehingga data nantinya mempermudah pihaknya untuk memberikan advokasi pada masyarakat, terutama terkait hari H Pemilihan.
Menyinggung Disabilitas Mental dalam pengawasan Bawaslu agar tidak disalahgunakan, maka Pengawasan melekat dilakukan berjejaring.
“Pengawasan melekat ini tentu apa yang dilakukan oleh Kawan-kawan KPU juga kemudian kami berjejaring dari Bawaslu Provinsi sampai pada Bawaslu Kabupaten dan Kota mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan oleh KPU. Termasuk dalam melakukan terkait perubahan dari disabilitas mental untuk mempergunakan hak pilihnya,” tegasnya.
Dengan Pengawasan melekat yang dilakukan Bawaslu, maka tidak akan ada yang menyalahi azas pemilu. (shalokalindonesia.com/jn)
Editor: Erma Sari, S.pd