PALANGKAYA, shalokalindonesia.com- Sejumlah pemuda menggelar diskusi dan nonbar film tanah moyangku di Angkringan pasar mini lantai 2 ujung Palangkaraya.
“Di tanah yang merdeka banyak hak hidup yang di ambil paksa. kami menyuarakan hal ini sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas dalam memperjuangkan HAM, Sejumlah peristiwa kelam Hak Asasi Manusia, dari masa ke masa masih nyata dalam ingatan bangsa ini, dan kami juga mengingatkan Negara untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya, ” Koordinator acara 17 tahun aksi kamisan, Wira Surya Wibawa
Mulai dari tragedi Peristiwa 1965-1966, tragedi malari 1974, Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989, Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999, Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua pada 2003, Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003,
Pembunuhan Munir 2004, Hingga Brutalitas Aparat dalam aksi Reformasi Dikorupsi ada juga Save KPK dan Pembunuhan Ratusan Suporter AREMA yang terkena gas air mata oleh polisi, di daerah Kalteng kriminalisasi masyarakat kinjil dan terbaru kalteng penembakan warga bangkal Seruyan dan banyak nya lagi kriminalisasi masyarakat Kalimantan tengah yang memperjuangkan lahan dan penghidupannya dan juga kejadian pelanggaran HAM di berbagai waktu serta daerah tempat lainnya di Indonesia.
Aksi kamisan dan pelanggaran ham berat bukan isu 5 tahunan. Aksi Kamisan bukanlah bentuk perayaan justru memperingatkan kepada negara bahwa sudah 17 tahun korban dan keluarga korban menanti keadilan. Bukan capaiannya Negera. Tidak mendapatkan keadilan. Menanti tanggung jawab negara melalui penyelesaian pelanggaran ham berat sesuai mandat UU nomor 26 tahun 2000 terkait soalnya pengadilan HAM.
Aksi Kamisan mencari keadilan HAM. Aksi Kamisan seolah menjadi alarm bagi capres-cawapres untuk menuntaskan janji penuntasan kejahatan HAM tidak hanya janji untuk meraup suara. Sebelumnya program Nawacita jaman Jokowi mengkhianati janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ternyata malah di potong-potong contohnya hanya program pemulihan saja tapi tidak ada proses-proses yudisial.
4 rekomendasi
1. Meminta presiden menerbitkan kepres tentang pengadilan HAM ad hoc untuk penghilangan paksa
2. Meminta presiden untuk membentuk atau mencari kejelasan nasib dari mereka yang hilang
(Tidak apa-apa tidak ditemukan) usaha negara mencari. Membesarkan harapan keluarga korban justru mengecewakan
3. Reparasi
4. Ratifikasi konvensi internasional melalui penandatangan (di setujui) tapi belum ada ratifikasi secara penuh
Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pengadilan yang dibentuk khusus untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
2 tahun tim penyelesai yudisial. Apa hasilnya?
Tim Penyelesaian non yudisial
-draft kepres lemah
– banyak mengecewakan keluarga korban
-mempertanyakan keseriusan pemerintah
Kepres bukan hanya penyelesaian sengketa non yudisial tapi jug penyelesaian sengketa yudisial
Harus di selesaikan di tahun pertama komitmen capres cawapres untuk rangkaian panjang penuntasan pelanggaran HAM agar tidak terjadi kekerasan dan pelanggaran dalam sejarah yang sudah berlalu
Jika tidak di selesaikan dampaknya adalah :
1.Gredesi demokrasi, memperlama atau menutup penyelesaian ham masa lalu
2.Indikasi tekanan platform media
3.Setimen publik kepada Paslon capres
Hasil pembahasan diskusi nonbar film tanah moyangku dalam rangkaian kegiatan 17 aksi kamisan. (shalokalindonesia.com/rls)