SHALOKALINDONESIA.COM, JAKARTA- Setelah menjadi polemik, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ikut berkomentar ketika dikerubuti wartawan di halaman Istana Kepresidenan, Jumat (25/3).

“Yang menutup, yang punya sendiri. Menurut mereka, memang mendirikannya juga tidak melalui prosedur, proses yang memang harus dilalui, ditempuh, dan dengan sadar, setelah melakukan musyawarah yang punya sendiri yang menutup, bukan warga,” kata Yaqut.

Menurut Yaqut, sebagai bangunan keagamaan, kompleks ini belum melewati proses perizinan yang semestinya.

Senada dengan Yaqut, Plt. Dirjen Bimas Katolik Kemenag A.M. Adiyarto Sumardjono juga menyebut soal perizinan yang masih dalam proses. Patung Bunda Maria dan Sasana Adhi Rasa, belum diberkati dan mendapat izin dari Kevikepan Yogyakarta Barat, Keuskupan Agung Semarang.

Artinya tempat doa ini dan patung Bunda Maria sebagai tempat religi Katolik mungkin belum memenuhi syarat pendirian sebuah taman doa atau tempat ziarah atau religi Katolik,” kata Adiyarto dalam rilis resmi Kementerian Agama.

Penyelenggara Agama Katolik, Kantor Kemenag Kabupaten Kulon Progo menyusun laporan resmi terkait persoalan ini. Dari penelusuran yang dilakukan, diyakini bahwa kompleks ini masih berstatus rumah pribadi, bukan kapel, bukan taman doa, juga bukan tempat ziarah, dan hal ini sudah disampaikan kepada Pastor Vikep Yogyakarta Barat.

Sugiharto sebenarnya telah meminta Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko melakukan pemberkatan pada 5 Februari 2023 lalu, tetapi tidak dipenuhi karena satu dan dua hal yang harus diselesaikan.

Pro-Kontra Selubung Terpal

Pihak kepolisian juga satu suara dengan Kemenag soal penutupan patung ini. Keluarga pemilik kompleks bangunan ini diklaim bersedia melakukan penutupan itu, bahkan terpal didatangkan dari Jakarta.

“Tidak ada tekanan terhadap rumah doa untuk melakukan penutupan dengan terpal. Penutupan itu adalah murni inisiatif dari pemilik rumah doa. Kami pun juga telah tadi melakukan kontak langsung dengan pemilik rumah doa di Jakarta bahwa betul itu adalah inisiatif dari beliau,” papar Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini, dalam pernyataan resmi di depan media pada Kamis (23/3) malam.

Pernyataan itu dikuatkan Sutarno, adik kandung Yakobus Sugiharto.

“Untuk menunggu penyelesaian administrasi, untuk sementara patung tersebut kami tutup dengan tidak ada paksaan dari manapun,” ujar dia.

Namun, sejumlah pihak tidak percaya begitu saja pernyataan soal kerelaan menutup itu. SETARA Institute misalnya, mengatakan bahwa publik sulit percaya pada klarifikasi pihak kepolisian bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar.

“Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran,” ujar Bonar Tigor Naipospos, Wakil Dewan Nasional SETARA Institute dalam pernyataan resmi.

Pernyataan lain datang dari Jaringan Advokasi untuk Keberagaman Yogyakarta. Dalam rilis resmi, jaringan ini menolak tegas segala bentuk tindakan intoleransi di Yogyakarta. Mereka juga mendesak seluruh stakeholder, agar menjaga dan memberikan ruang aman bagi masyarakat, khususnya masyarakat rentan dan minoritas.

Jaringan juga mendesak kepolisian bertindak presisi sesuai amanat Kapolri, dan Kapolres Kulonprogo harus membuka jelas informasi dan fakta lapangan yang ada. Sementara Gubernur DIY diminta memanggil dan memastikan ormas yang diduga intoleran, mematuhi amanat konstitusi tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan. (shalokalindonesia.com/voa)

Editor: Erma Sari, S. Pd
Ket foto: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *