
BANJARMASIN shalokalindonesiamcom — Konflik lahan kembali memanas di kawasan Jalan Lingkar Dalam, Kelurahan Pemurus Baru, setelah warga setempat yang dipimpin H. Hasbiansari menuding Yayasan Ukhuwah diduga telah melakukan penyerobotan tanah milik warga.
Yang dipermasalahkan bukan hanya soal batas tanah, tetapi akses jalan masuk ke sekolah milik yayasan yang ternyata bukan bagian dari sertifikat milik mereka.
Fakta mengejutkan terungkapnjalan yang selama ini digunakan sebagai akses utama ke kompleks pendidikan Yayasan Ukhuwah ternyata merupakan jalan umum yang terdaftar sebagai milik warga, dan tidak tercantum dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 0019 dan 00027 atas nama Yayasan Ukhuwah.
“Ini bukan hanya soal tanah, tapi soal hak warga yang dilanggar. Jalan itu adalah milik masyarakat, bahkan menjadi akses menuju kuburan umum,” tegas H. Hasbiansari.
Hasbiansari menunjukkan dokumen perjanjian notaris tertanggal Juli 2017 yang menyatakan bahwa tanah seluas 13,5 borongan, termasuk jalan yang dipersoalkan, merupakan milik almarhum Haji Lasri—yang kini diteruskan haknya oleh Hasbiansari.
Dalam dokumen itu, terdapat tanda tangan Sirajuddin Habibi, Ketua Yayasan Ukhuwah, sebagai pihak yang mengakui kesepakatan.
Namun yang mengejutkan, Yayasan Ukhuwah melalui kuasa hukumnya justru mengklaim jalan tersebut sebagai bagian dari lahan mereka, kendati sertifikat yang mereka miliki tak mencantumkan jalan itu secara eksplisit. Hal ini dianggap sebagai pemberian keterangan palsu oleh warga.
Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Mahkamah Agung RI, hingga putusan kasasi, semuanya menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik Hasbiansari. Bahkan, putusan terakhir dari MA (Nomor 238/PID/2025) telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Kalau hukum sudah bicara, mengapa masih ada pihak yang seakan menutup mata? Ini bukan sekadar pelanggaran, ini bisa masuk ke ranah pidana,” tegas Hasbiansari.
Karena itu, ia bersama warga Pemurus Baru tengah mempersiapkan langkah hukum dengan melaporkan oknum Yayasan Ukhuwah atas dugaan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 KUHP).
Di lapangan, situasi tampak tenang namun penuh tekanan. Papan besar berisi salinan putusan hukum dan informasi kepemilikan dipasang di depan lokasi sebagai bentuk perlawanan warga terhadap klaim sepihak yayasan.
Sementara itu, pihak Yayasan Ukhuwah menolak hadir dalam mediasi kedua yang difasilitasi oleh Kelurahan Pemurus Baru, dengan alasan kepemilikan lahan mereka telah sah dan final secara hukum.
Dalam surat resmi yang ditandatangani oleh kuasa hukum B. Krishna Dewa dari QUITY LEGAL, mereka menyatakan bahwa mediasi hanya akan menimbulkan kesan seolah-olah masih ada sengketa, padahal menurut mereka, tidak ada.
Lurah Pemurus Baru, Budi Ramadhani, mengaku sudah maksimal memfasilitasi penyelesaian secara damai.
“Setelah dua kali mediasi gagal, kami serahkan sepenuhnya kepada masing-masing yang bersengketa, ” jelasnya.
Konflik ini terus menyita perhatian publik. Masyarakat menanti ketegasan aparat hukum agar hak warga dikembalikan, dan supremasi hukum tetap ditegakkan di atas segala kepentingan. (na)