BANJARMASIN – Forum Sineas Banua adalah komunitas perfilman untuk tempat komunikasi dan silaturahmi bagi para hobby pembuat film di Kalimantan Selatan.

Salah satu Founder FSB, Ade menyampaikn, perfilman di Kalsel ini cukup besar, baik itu di komersil maupun independen.

“Perfilman itu ada yang bisa dikomersilkan dan ada juga yang independen, tetapi secara independen sudah ada beberapa film komunitas yang meraih penghargaan tingkat nasional, sedangkan untuk komersil sekarang sudah ada contohnya jendela seribu sungai, dan lain sebagainya, ” kata Ade saat jumpa pers dengan awak media, Minggu (30/7/2023)

Seiring dengan semakin dikenalnya Forum Sineas Banua yang didirikannya, Ade dan beberapa pendiri Forum Sineas Banua juga berkesempatan menjadi juri di ajang festival sekolah bernama Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional yang salah satu lombanya adalah film pendek.

Ia menambahkan, kehadiran festival seni dengan lomba film pendek ini kemudian memunculkan berbagai bakat dan peminat potensial di bidang perfilman di sekolah-sekolah yang ada di Kalimantan Selatan.

“Dari sinilah juga kemudian hadir jurusan perfilman di beberapa SMK di kota Banjarmasin yang pastinya menjadi wadah belajar bagi siswa yang ingin terjun sebagai pembuat film,” kata Ade.

Senada, Ketua FSB 2023, Ricko menyampaikan
dalam forum ini kita lebih fokus apresiasi dan edukasi film.

“Salah satu program andalan kita yaitu Ngofi (Ngobrol Film), program ini kita menayangkan film lokal maupun luar daerah dan dilanjutkan dengan diskusi santai, ” ucapnya.

Ia bilang, selain program Ngofi, ada lagi yang namanya progran LFB (Layar Film Banjar)

“LFB ini merupakan program apresiasi khusus film karya anak lokal atau banua, ” katanya.

Lebih lanjut, selain LFB, ada lagi program yang bernama AFK (Aruh Film Kalimantan) yang kita sering lakukan setiap tahun sekali dan ada juga program non reguler yaitu workshop film.

Sementara itu, mantan ketua FSB, Munir menyampaikan, FSB terbentuk dari kumpulan orang yang memiliki satu visi yabg sama untuk menbentuk ekosistem perfilman di Kalsel.

“Awalnya, kita mengadakan nonton bareng dan kita dipinjami rumah saat itu dan yang hadir beberapa orang saja, selanjutnya kita memutarkan film serta diskusi, ” katanya.

Ia bilang, setelah beberapa kali pertemuan, kita mulai terbakar semangat untuk membuat suatu komunitas yaitu FSB ini.

“FSB inumi sudah berdiri dari tahun 2016, kurang lebih 7 atau 8 tahun di Kalsel ini, meskipun masih terbilang muda, banyak sudah karya anak banua yang bisa tembus ke tingkat nasional, ” terangnya.

Ia menambahkan, kita perlu juga support dari beberapa pihak pemerintah maupun insvestor, karena itu dapat menunjang perfilman daerah.

“Kita lihat bukti kesadaran pemerintah terhadap perfilmya yaitu film Syekh Arsyah dari Pemprov Kalsel dan Jendela Seribu Sungai dari Pemko Banjarmasin, ” katanya.

Ia bilang, harus diupayakan dari pihak swasta yang memberikan dana untuk sineas lokal, pengusaha lokal masih belum berani dan percsya untuk mendorong perfilman lokal kita.

“Saya mempunyai pandangan, FSB ini sebagai jembatan bagi masyarakat, pengusaha dan pegiat film lokal, ” jelasny.

Di FSB inu juga juga memiliki peran penting yaitu
ekshibitor, edukator, fasilitator, dan pengarsip perfilman di Kalimantan Selatan.

Senada, mantan ketua FSB, Zainal menyampaikan, dunia perfilman di Kalsel semakin hari semakin berbenah menjadi lebih baik.

“Karena kita lihat, sudah banyak komunitas film, rumah produksi dan berbagai macam karya film yang di hasilkan, ” katanya.

Ia menyebutkan, di Kalsel pun juga sering mengadakan kompetisi film hingga diskusinya.

“Geliat perfilman di Kalsel menjadi bukti bahwa para sineas Banua memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan daerahnya melalui medium audio visual. Namun keterbatasan informasi, jaringan dan sumber daya yang didapat dipandangnya membuat potensi-potensi tersebut diam di tempat, ” cetusnya.

Ia menambahkan, selama menjalankan FSB ini juga ada pasang surut hingga kegelisahan yang dialami para pengurus.

“Melalui FSB ini, kita mengajak kawan-kawan sineas untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi bersama, juga saling berkontribusi memberikan energi positif demi membentuk iklim perfilman di Banua, agar lebih baik lagi, ” ucapnya.

Ia menjelaskan, kita sangat berbangga dan bersyukur, penonton maupum anggota antusias menghadiri kegiatan FSB, salah satunya Ngofi (Ngobrol Film).

Dari hal tersebut, Munir berharap bahwa ke depan pertumbuhan perfilman di Kalsel, juga selaras dengan apa yang terjadi di perfilman Nusantara. Seperti film-film karya anak bangsa yang melanglang buana di berbagai program festival film Internasional, membangun kesadaran untuk meningkatkan keragaman film lokal, dan mampu memperkaya khazanah budaya Nusantara.

Forum Sineas Banua (FSB) juga memiliki Pustaka FSB, platform ini akan mengisi kosongnya kerja pengarsipan dan pengkajian film yang juga bagian penting dari ekosistem perfilman.

“Bentuk dari program ini adalah penyediaan berbagai judul buku-buku film, mulai dari sekadar katalog berbagai festival film, ensiklopedia film populer, pengetahuan praktis pembuatan film, kajian film dari berbagai sudut pandang keilmuan hingga skripsi tentang perjalanan Forum Sineas Banua itu sendiri, ” jelasnya.

Selain itu, terdapat film-film karya sineas se-Kalimantan yang telah dikumpulkan sejak 2017 hingga sekarang melalui berbagai kegiatan apresiasi dan ekshibisi seperti, “Ngofi (Ngobrol FIlm)”, “Layar Film Banjar”, “Aruh Film Kalimantan” dan beberapa kompetisi video atau film yang pernah melibatkan individu maupun keseluruhan dari Forum Sineas Banua.

Selain itu, terdapat film-film karya sineas se-Kalimantan yang telah dikumpulkan sejak 2017 hingga sekarang melalui berbagai kegiatan apresiasi dan ekshibisi seperti, “Ngofi (Ngobrol FIlm)”, “Layar Film Banjar”, “Aruh Film Kalimantan” dan beberapa kompetisi video atau film yang pernah melibatkan individu maupun keseluruhan dari Forum Sineas Banua.

Kemudian, Mantan Ketua FSB, Zainal menyampaikan, perkembangan dunia perfilman lokal, tentunya saat ini kita bisa cukup berbangga karena film buatan sineas kita semakin bisa diterima di masyarakat.

“Selepas era pandemi, pecinta film sudah bisa kembali ke bioskop untuk menonton berbagai film terbaru yang dirilis, termasuk juga film Indonesia, ” katanya.

Forum Sineas Banua merupakan sebuah komunitas yang lahir setelah Zainal dan beberapa teman lain yang tergabung dalam Photography, Conceptual & Cinematography (PCC) Community Banjarmasin selesai mengikuti pelatihan dari Pusat Pengembangan Perfilman dari Kemendikbud sekitar tahun 2015 lalu di kota Bogor

Di sela-sela pelatihan tersebut, Zainal dan ketiga temannya melakukan melakukan sebuah acara screening film yakni menonton bersama film yang mereka miliki untuk kemudian dijadikan sebagai bahan diskusi bersama.

” Dari sinilah kemudian terlahir ide untuk mengadakan kegiatan yang sama saat kembali ke kota Banjarmasin,” jelasnya.

Bermula dari kegiatan nonton film bareng bernama Layar Banjar yang ternyata mendapat sambutan baik dari pecinta film di kota Banjarmasin, Zainal dan teman-temannya kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah komunitas independen yang khusus bergerak di bidang diskusi seputar film.

Fim dokumenter berjudul “Jumat Kelabu Short Film Documentary” merupakan karya pertama Zainal Muttaqin yang menghadirkan sejumlah wawancara dari para sosok yang pernah menjadi saksi dari sebuah peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di kota Banjarmasin pada 23 Mei 1997.

” Di masa itu, terjadi kerusuhan yang bermula dari kampanye salah satu partai politik setelah salat Jum’at. Kampanye yang mulanya berlangsung ramai itu kemudian berakhir dengan terbakarnya berbagai pusat perbelanjaan dan jatuhnya ratusan korban meninggal dan hilang tanpa diketahui rimbanya, ” terangnya.

Film dokumenter ini kemudian diputar secara offline di kafe dan mendapat sambutan yang sangat baik dari penonton hingga harus diadakan beberapa sesi untuk menampung pemintaan yang membludak.

Selama beberapa tahun, film dokumenter “Jumat Kelabu Short Film Documentary” ini diputar di kampus maupun sekolah sebagai bahan pembelajaran sejarah kota Banjarmasin. Baru kemudian setelah pandemi melanda, Zainal memutuskan menayangkan film dokumenter ini di youtube.

“Semoga FSB ini menjadi wadah silaturahmi penggiat perfilman di Kalsel dan memajukan film lokal kita ke kancah nasional,” harapnya. (shalokalindonesia.com/na)

Editor: Erma Sari, S. Pd
Ket foto: Konferensi pers. (Foto: na)

 

 

 

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *