
BANJARMASIN, shalokalindonesia.com– Pemerintah melalui kementerian terkait telah membubarkan sekitar 900 koperasi di berbagai wilayah. Ketua Asosiasi Koperasi Syariah Indonesia (Aksyindo), Sutjipto, menyatakan bahwa hal ini merupakan akibat dari pengelolaan koperasi yang cenderung bersifat formalitas dan kurang serius.
Sutjipto menjelaskan bahwa banyak koperasi di lingkungan perusahaan dan instansi hanya dipandang sebagai pelengkap.
“Yang penting ada kantor dan koperasi, tetapi hasilnya tidak diutamakan. Karyawan yang mengelola, karyawan juga yang meminjam,” ujarnya pada Kamis (17/10/2024).
Ia menekankan bahwa banyak koperasi tidak dikelola dengan baik dan tidak memiliki orientasi bisnis yang jelas. Hal ini menyebabkan simpanan anggota tidak diurus dengan benar, dan pengurus koperasi sering diabaikan oleh perusahaan.
“Tanpa pengelolaan yang profesional, koperasi malah akan menjadi beban,” tambahnya.
Pembubaran koperasi-koperasi ini dilakukan karena tidak memenuhi kewajiban seperti pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan kurangnya laporan keuangan yang teratur.
Banyak koperasi yang bahkan sudah tidak memiliki pengurus aktif atau kantor yang berfungsi.
Meski demikian, Sutjipto menekankan bahwa pembubaran koperasi juga dapat menimbulkan masalah, terutama terkait simpanan anggota dan hutang koperasi yang belum terselesaikan.
“Jika koperasi dibubarkan, siapa yang bertanggung jawab atas simpanan anggota dan utang bank?” tanyanya.
Sebagai solusi, ia mendorong koperasi yang masih aktif untuk memenuhi standar pemerintah dan mengadopsi digitalisasi. Sutjipto juga mengajak generasi muda untuk terlibat dalam koperasi dengan menawarkan peluang bisnis yang menarik seperti investasi dan crowdfunding.
“Koperasi bisa berperan seperti bank atau menjadi platform crowdfunding dan pialang saham, asalkan dikelola secara profesional dan dengan integritas,” tutupnya.
Reporter: Juna