JAKARTA, shalokalindonesia.com- Sengketa Pemilukada Kota Banjarbaru memanas! Dalam sidang kedua yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Tim Hukum Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah) dengan tegas menilai jawaban dari KPU Kota Banjarbaru, pihak terkait, dan Bawaslu tidak berdasar dan tidak logis.

Sidang yang membahas perkara nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 06 PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini dihadiri langsung oleh kuasa hukum Pemohon, termasuk pakar hukum ternama Prof. Denny Indrayana, S.H., LLM., Ph.D., dan Ketua Tim Banjarbaru Hanyar, Dr. Muhamad Pazri, S.H., M.H. Hadir pula para pemohon yang terdiri dari masyarakat Banjarbaru serta perwakilan lembaga pemantau pemilu yang terakreditasi.

Dalam persidangan, Pemohon menuding KPU Kota Banjarbaru gagal menjelaskan secara substansial alasan tidak adanya kolom kosong pada surat suara, meski hanya terdapat satu pasangan calon.

“Jawaban KPU sangat lemah. Mereka beralasan teknis administratif, seperti keterbatasan waktu mencetak surat suara baru. Namun alasan ini tidak dapat diterima karena telah merugikan hak pilih masyarakat secara signifikan,” tegas Prof. Denny Indrayana.

Pemohon juga menyoroti pelanggaran serius oleh Termohon yang mencantumkan pasangan calon terdiskualifikasi dalam surat suara. Akibatnya, puluhan ribu suara masyarakat menjadi tidak sah hanya karena Termohon tidak menyesuaikan mekanisme pemilihan dengan aturan calon tunggal.

Ketua Tim Banjarbaru Hanyar, Dr. Muhamad Pazri, menyatakan bahwa tindakan KPU mencederai hak konstitusional warga Banjarbaru.

“Kami menemukan fakta adanya laporan masyarakat ke Bawaslu RI terkait pelanggaran ini. Suara pemilih yang memilih pasangan terdiskualifikasi seharusnya dianggap sebagai dukungan untuk kolom kosong, sesuai aturan. Namun, KPU malah mengabaikan hal ini,” ujarnya.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Panel Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., bersama dua hakim anggota, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., dan Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., berjalan dinamis.

Para hakim memberikan pertanyaan kritis terkait keputusan KPU yang dinilai mengabaikan asas keadilan dalam pemilu.

“Sosialisasi aturan baru yang hanya tiga hari, dasarnya apa? Ketentuan mana yang dijadikan acuan?” tanya Prof. Enny dalam persidangan. Sementara Prof. Arief menyoroti implikasi besar dari tindakan KPU.

“Jika masyarakat dipaksa memilih tanpa opsi yang jelas, apa jadinya demokrasi kita?”

Tim Pemohon optimis Mahkamah Konstitusi akan mengesampingkan aspek formil dan fokus pada substansi pelanggaran.

Mereka berharap permohonan pembatalan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 akan dikabulkan, mengingat dampak signifikan pelanggaran terhadap hak pilih masyarakat.

“Kami yakin Mahkamah akan berpihak pada kebenaran. Pelanggaran ini terlalu nyata untuk diabaikan,” ungkap Dr. Muhamad Pazri.

Pemohon mendesak agar Mahkamah Konstitusi memerintahkan Pemilukada ulang di Kota Banjarbaru yang diawasi langsung oleh KPU RI.

Langkah ini dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi di tingkat daerah.

Kasus ini tidak hanya menjadi perhatian masyarakat Banjarbaru, tetapi juga menarik sorotan nasional sebagai pengingat pentingnya menjaga integritas pemilu demi tegaknya keadilan demokrasi. (rls)

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *