
BALANGAN, shalokalindonesia.com – Di sebuah desa di Kecamatan Halong, sekelompok anak-anak berkumpul di sebuah bangunan sederhana.
Mereka duduk bersila, mushaf di tangan, suara lantunan Al-Qur’an mengalun dengan penuh penghayatan.
Inilah suasana yang hampir setiap hari terjadi di TKA/TPA Raudhah Anwar Muhibbin Sabilal Muhtadin, Desa Binjai Punggal.
Namun hari itu istimewa, sebelas santri delapan laki-laki dan tiga perempuan menyelesaikan perjalanan panjang mereka dalam belajar membaca Al-Qur’an. Tapi bagi Muhammad Amin, kepala lembaga, jumlah bukanlah segalanya.
“Kami tidak mengejar banyaknya anak yang khatam. Yang kami utamakan adalah anak-anak benar-benar fasih dan paham, bukan sekadar selesai,” katanya.
Pandangan ini mencerminkan filosofi mendalam yang jarang ditemukan di banyak lembaga serupa. Di saat sebagian lembaga fokus pada angka, RAM SM justru menekankan kualitas.
Prestasi pun tak bisa dipungkiri. Beberapa santri dari lembaga ini berhasil menjuarai lomba-lomba FASI hingga tingkat provinsi.
Dua kali berturut-turut Kecamatan Halong keluar sebagai juara umum FASI Kabupaten Balangan, dan banyak anak dari lembaga ini ikut ambil bagian.
“Kami bangga sekali dengan mereka. Ini bukan cuma soal menang lomba, tapi bagaimana anak-anak yang jauh dari Kota ini bisa menunjukkan bahwa mereka juga bisa,” kata Rayhan, tokoh BKPRMI Kecamatan Halong.
Kebanggaan serupa juga disampaikan oleh Rahmatullah, Ketua Koordinator Metode Tilawati Kabupaten Balangan.
Ia menyoroti semangat para guru di RAM SM yang terus belajar dan mengikuti pelatihan, bahkan rela ke luar kabupaten untuk meningkatkan kapasitas mereka.
“Jarang saya lihat guru-guru sekomitmen ini. Mereka serius mengikuti diklat, dan hasilnya jelas, santri mereka berkualitas. Ini membuktikan bahwa guru yang berkompeten akan melahirkan santri yang unggul,” ujarnya.
Metode Tilawati yang digunakan memang menekankan pada ketepatan tajwid, irama yang sesuai, dan penguatan mental anak dalam membaca Al-Qur’an serta mengajarkan dengan cara yang mudah dan menyenangkan.
Di tangan para guru di RAM SM, metode ini menjadi lebih dari sekadar kurikulum ia menjadi jalan pembentukan karakter.
Di akhir acara, tak ada pesta besar, tak ada gemerlap. Hanya doa yang lirih dan air mata haru dari orang tua yang melihat anaknya bisa membaca kalam Tuhan dengan lancar.
Di desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, para santri kecil ini tumbuh dengan nilai-nilai Al-Qur’an.
Mereka bukan hanya sedang menghafal huruf demi huruf, tapi sedang membangun peradaban pelan-pelan, dari sudut desa yang mungkin tak banyak dikenal orang.
(Shalokalindonesia.com/Sidiq)