SHALOKAL. INDONESIA, JAKARTA- Seperti Sumarni, isu masyarakat adat juga menjadi keprihatinan Ilma Dityaningrum, ibu dua anak asal Yogyakarta, yang secara independen bersama teman-temannya sering berdiskusi tentang komunitas adat di Indonesia.

Ilma, yang memiliki latar belakang pendidikan antropologi dari Universitas Padjadjaran dan pernah bekerja untuk lembaga swadaya masyarakat dalam bidang lingkungan, semakin tergugah untuk mendalami perjuangan masyarakat adat setelah melakukan perjalanan ke beberapa kampung adat, termasuk Desa Kanekes atau Baduy, Banten, sejak duduk di bangku SMA. Di sana ia menyaksikan dengan takjub peran besar masyarakat adat dalam pelestarian lingkungan.

“Satu hal yang saya syukuri dengan mempelajari mereka yaitu kita jadi bisa belajar melihat bagaimana mereka memperlakukan dan memposisikan alam, sumber daya alam, di bumi ini, [yaitu] dengan cara mereka: tidak superior.”

Seperti dijelaskan dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat – yang hingga berita ini diturunkan masih belum disahkan, masyarakat adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun-temurun dalam ikatan asal-usul leluhur dan/atau tinggal di wilayah tertentu, dengan identitas budaya, hukum adat, dan hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup mereka.

Meskipun sudah ada beberapa produk hukum lain yang mengakui keberadaan masyarakat adat, Ilma tetap khawatir komunitas adat bisa hilang tanpa perlindungan negara, mengingat berbagai konflik yang terjadi antara mereka dengan beragam entitas, mulai dari aparat, swasta hingga pemerintah, menyangkut isu agraria sampai pengakuan masyarakat adat itu sendiri.

Ilma pun menceritakan bagaimana ia dan teman-temannya pada tahun 2021 lalu menggelar sebuah webinar untuk membahas nasib Hutan Adat Baduy, setelah sebuah video, yang menunjukkan seorang warga Kanekes menangisi hutan adatnya yang dirusak oleh penambang liar, viral di media sosial.

“Alhamdulillah ternyata banyak juga teman-teman yang bukan dari akademisi atau bukan dari yang backgroundnya sosiologi, antropologi – mereka yang sebenarnya awam tentang masyarakat adat – mereka join, masuk, nimbrung, ikut diskusi bareng dan banyak bertanya juga. Ternyata antusiasmenya cukup tinggi.,” kata Ilma. “Dari Zoom akhirnya kita beralih membuat petisi untuk menyelamatkan hutan adat baduy.”

Ilma berharap semakin banyak orang yang menaruh perhatian pada isu-isu masyarakat adat. Menurutnya, kesadaran itu dapat ditumbuhkan dari dalam rumah dan keseharian masing-masing.

“Saya kan sekarang berperan sebagai seorang ibu dan seorang istri, selain menjadi seorang pribadi Ilma. Seringkali saya memperkenalkan keberadaan masyarakat adat ini dan nilai-nilai kehidupan mereka melalui dongeng dalam pengasuhan anak-anak, misalnya dalam dongeng, lagi ngobrol sama anak-anak atau jalan-jalan ke hutan, menyisipkan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mereka tentang alam,” tuturnya.

Platform media dianggapnya paling ampuh memercik rasa penasaran seseorang akan isu masyarakat adat, seperti yang terjadi dengan film karya James Cameron, Avatar.

“Dari film ini banyak ternyata masyarakat awam yang akhirnya tertarik pada kehidupan masyarakat tradisional, masyarakat adat. Mereka tertarik mencari tahu tentang Suku Bajo yang menginspirasi film ini,” pungkasnya. (SI/Voa)

Editor: Erma Sari, S. Pd
Ket foto: Ilma Dityaningrum kerap mengajak diskusi teman-temannya di media sosial tentang isu-isu masyarakat adat (foto courtesy: dok. pribadi)

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *