JAKARTA , shalokalindonesia.com– Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., memberikan persetujuan penghentian penuntutan atas dua perkara di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.

Keputusan ini didasarkan pada pendekatan Keadilan Restoratif yang bertujuan mengedepankan perdamaian antara tersangka dan korban.

Persetujuan ini diberikan setelah ekspose yang turut dihadiri Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Yudi Triadi, S.H., M.H., beserta sejumlah koordinator dan kepala seksi di bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kalimantan Selatan.

Rincian Perkara:

Kasus di Kejaksaan Negeri Tapin

Tersangka Muhammad Bin H. Tholib, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengalami kecelakaan yang menyebabkan dua korban meninggal dunia. Kecelakaan terjadi pada 7 Agustus 2024 saat Muhammad mengemudi dengan kecepatan tinggi di kawasan Desa Pulau Pinang.

Tabrakan tidak terhindarkan ketika korban yang berboncengan dengan sepeda motor mencoba mendahului kendaraan lain. Korban meninggal akibat luka-luka yang signifikan, sebagaimana dibuktikan melalui visum.

Alasan Penghentian:

Tersangka baru pertama kali melakukan pelanggaran, keluarga korban telah mengikhlaskan insiden sebagai musibah, dan pihak keluarga tersangka telah memberikan tali asih senilai Rp50 juta serta biaya perbaikan sepeda motor. Masyarakat setempat mendukung pendekatan restorative justice ini.

Kasus di Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara

Tersangka Sugianor alias Ugi Bin H. Bani diduga melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban Masrubi, yang berujung pada penusukan di punggung korban. Kejadian ini dipicu oleh perselisihan di sebuah warung yang berujung pada perkelahian. Hasil visum menunjukkan luka tusukan yang disebabkan oleh belati.

Alasan Penghentian:

Tersangka dan korban telah berdamai. Korban menerima kejadian tersebut sebagai kesalahpahaman, dan tersangka menyesali perbuatannya.

Keadilan Restoratif dan Dampak Positif

Keadilan Restoratif yang diterapkan dalam kasus-kasus ini memberikan kesempatan bagi para pihak untuk saling memaafkan dan memperbaiki hubungan sosial.

“Ini adalah pendekatan yang mengedepankan aspek kemanusiaan dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelesaian konflik hukum,” ungkap Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Pendekatan ini mendapatkan dukungan positif dari masyarakat karena dinilai mampu menjaga keharmonisan sosial dan menghindari dampak negatif yang lebih luas.

Langkah Kejaksaan Agung ini merupakan wujud nyata dari pergeseran paradigma penegakan hukum yang lebih berfokus pada pemulihan hubungan antarindividu, tanpa mengesampingkan rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.(rls)

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *