BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Terdakwa, Richard Wilson mendengarkan tuntuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di ruang sidang Tipikor Banjarmasin, Rabu (29/11/2023).
JPU hadirkan secara langsung terdakwa ke ruang sidang dengan agenda pembacaan tuntutan.
Baca Juga:
“Terdakwa terbukti secara sah telah melakukan dugaan tindakan korupsi, melanggar melawan hukum dan merugikan negara, ” ucapnya.
Ia menambahkan, terdakwa dituntut hukuman penjara lima tahun, denda Rp200 juta, jika tidak bisa membayar maka diganti penjara enam bulan.
“Terdakwa juga wajib membayar pengganti sebesar Rp90 juta, apabila dalam satu bulan tidak bisa membayar, maka harta bendanya akan dilelang oleh negara, atau dipenjara dua tahun enam bulan, ” terangnya.
Baca Juga:
Adapun hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa yaitu hal yang memberatkan adalah terdakwa telah merugikan kerugian negara dan hal yang meringankannya adalah terdakwa belum pernah dihukum serta berlaku sopan selama persidangan.
Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Isai Panantulu Nyapil SH, MH menyampaikan, pihaknya meminta pelaku utama yang membuat dan menikmati topengan dan tampilan ini.
“Kenapa pelaku utama tidak disidangkan, malah orang lain yang dikorbankan, kami bakal melakukan upaya hukum apapun untuk keadilan, ” jelasnya.
Baca Juga:
Ia menyebutkan, ada kejanggalan dari kasus ini yaitu pelaku utama yang menerima uang tersebut.
“Yang paling utama itu adalah orang yang membuat dokumen palsu, padahal di dalam persidangan sudah disebutkan, klien kami tidak menerima apapun, itu seperti dibuat-buat, apakah dari BRI ataupun penyidik yang seolah-olah mrngalihkan ‘pelaku utama’, ” terangnya.
Ia menambahkan, kasus ini sudah sesuai SOP tetapi hanya kurang ketelitian saja.
Baca Juga:
“Dari ketidaktelitian lalu masuk ke Tipikor, maka BRI tunduk pada undang-undang persero, ” katanya.
Ia menegaskan, sebenarnya pelaku utama itu adalah nasabah, clien hanya mantri, bukan orang yang memutuskan.
“Ini semacam rakayasa karena klien bukan pelaku dan tidak menikmatinya, ” tambahnya.
Baca Juga:
Diberitakan sebelumnya. Sidang lanjutan kasus dugaan tipiikor di Bank BRI Unit Guntung Payung kembali digelar, kali ini JPU hadirkaan 5 saksi, pada Rabu, ( 18/10/2023 ) kemarin.
Kuasa Hukum Isai Panantulu Nyapil SH, MH mengatakan bahwa saksi yang dihadirkan JPU atas nama Antonius selaku Senior Manager BRI Jakarta Pusat, keterangannya dinilai tidak memberatkan kliennya bahkan terlihat semakin menyudutkan Pihak BRI tentang lemahnya ataupun kacaunya sistem dalam penyaluran kredit khususnya Kupedes
Dijelaskan, saksi salah seorang yang terlubat dalam pembuatan Surat Edaran no. 29 tahun 2019 terkait program penyaluran pinjaman KUR dan Kumpedes.
Baca Juga:
Tidak hanya itu, keterangan saksi juga hanya terkait masalah SOP dan siapa saja pihak yang ber tertanggung jawab.
Menurut Isai, setelah mendengarkan keterangan saksi dari BRI tersebut, pihaknya menilai sistem administrasi di Bank BRI bisa dibilang lemah dan terkesan carut marut.
” Dimana BRI dinilai terlalu mudah mengeluarkan uang untuk pencairan ke nasabah, yang bisa dibilang sebagai uang negara, dimana BRI hanya bermodalkan surat seporadik, tanpa dicek kebenaran data jaminan atau agunan, bisa dicairkan dengan mudah, ” terang Isai.
Baca Juga:
Menurutnya, seharusnya BRI bisa membandingkan dengan Bank-bank lainnya.
Parahnya, lagi kalau Bank bank lainnya terhadap jaminan tanah dengan legalitas seporadik hanya bisa memperoleh pinjaman maksimal hingga10 juta tetapi berbeda dengan bank BRI dengan Surat Edaran No 29 yang katanya untuk mempermudah masyarakat meminjam dana hingga limit diatas 100juta.
“Terlihat carut marutnya administrasi Pihak BRI khususnya dalam perkara ini dimana tanggungjawab Kepala Unit tidak tersentuh akibat dalam memutus pencairan kredit hanya berdasarkan keyakinan berkas yang dibawa oleh Mantri tanpa melakukan penyelidikan terhadap dokumen jaminan tersebut apakah benar atau sudah teregister dalam wilayah kelurahan dimana objek tanah berada khususnya surat sporadik, ” jelasnya.
Baca Juga:
Begitu juga peram AMBM dalam memutus pencairan kredit diatas 50 jt sampai dengan 250jt hanya berdasarkan keyakinan dari pejabat pemrakarsa dari Mantri dan Kepala Unit.
“Tugas Kepala Unit yang ikut serta melakukan survey kelapangan sesuai keterangan dai hampir semua saksi nasabah, keikut sertaan kepala unit tetapi tidak melakukan pengecekan terhadap surat dokumen yang dijadikan agunan itu tidak dipermasalahkan oleh penyidik dalam hal ini Polres Banjarbaru padahal perannya sebagai pejabat pemutus dan juga selaku Pejabat Pemrakarsa dalam pengajuan pinjaman diatas 50 jt adalah yang utama tetapi dalam perkara ini disudutkan dibebankan kepada Mantri yg sudah menjalankan tudag serta fungsi kerjanya sesuai SOP yang ada dalam Surat Edaran BRI no 29 Tahun 2019,” katanya.
Ia menegaskan, adanya lemah sistem yg dijalankan BRI ini sehingga mudah diperdaya oleh nasabah beberapa Pelaku Utama yang masih belum tersentuh untuk melakukan penipuan dengan peminjaman nama serta pembuatan dokumen legalitas palsu yang akan dijadikan agunan kredit tersebut.
Baca Juga:
“Keterlibatan khususnya dari CS, Keoala Unit dan AMBM dalam penyaluran kredit dengan tidak menjalankan prinsip 5C salah satunya Ke Hati hatian hal ini yang membuat lemahnya sistem yang ada di Bank BRI, ” terangnya.
Pada awal kesaksian dari karyawan BRI juga menyebutkan kalau laporan awalnya hanya dugaan penggunaan Dokumen yang diduga Palsu atau tidak benar serta teregister tetapi herannya oleh penyidik Polres Banjarbaru diarahkan ke tindak pidana tipiko.
Menurutnya, keterangan beberapa orang yang didapat hal ini dikarenakan ada salah satu pelaku nasabah yang perannya meminjam sekian banyak nama sekarang menjadi istri dari pejabat di lingkungan Penegak Hukum wilayah sumatra sehingga diduga dengan sengaja untuk melepaskannya oleh oknum disarankan melakukan pelunasan terhadap kredit yang dipinjam namanya tersebut, hal ini berkesuaian dengan keterangan para saksi dipersidangan
Baca Juga:
“Hampir semua keterangan saksi dari nasabah yang dipinjam namanya tetsebut tidak ada peran dari Terdakwa Willy memprakarsai baik meminjam namanya, menjanjikan ataupun meminta imbalan kepada para nasabah sehingga sangatlah heran kalau dalam penyidikan awal yang dilakukan penyidik polres banjarbaru mengarahkan kesalahan selaku tersangka kepada Willy hanya akibat ketidak hati hatian atau ketidak telitian dalam memeriksa berkas dokumen yang berbentuk sporadik ke kelurahan dimana lokasi tanah tersebut berada,” tambahnya.(shalokalindonesia.com/na)
Editor: Erma sari, S. Pd
Baca Juga:
