
BANJARMASIN, shalokalindonesia.com– Isu penegakan hukum terhadap pelaku UMKM “Mama Khas Banjar” tidak hanya menjadi sorotan publik, namun juga memicu diskusi kritis di kalangan mahasiswa dan akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Bertempat di Café Opung, Kampung Arab, Banjarmasin, pada Rabu malam (14/05), para mahasiswa lintas fakultas menggelar diskusi bertajuk “Fungsi Kepolisian dan Tantangan UMKM di Era Regulasi Ketat”.
Diskusi yang berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA itu menjadi ruang refleksi sekaligus kritik terhadap peran aparat penegak hukum dan kondisi pelaku UMKM di tengah dinamika hukum. Roy, mahasiswa FISIP ULM, menekankan pentingnya adanya SOP yang jelas dan sosialisasi yang masif dari pemerintah dalam pembinaan UMKM.
“Jangan sampai pelaku usaha kecil justru menjadi korban dari kurangnya informasi,” tegasnya.
Mahathir, mahasiswa Fakultas Hukum, menambahkan bahwa regulasi dibuat bukan untuk ditakuti, melainkan untuk menciptakan tatanan yang adil dan tertib. Hal senada juga disampaikan Dani, mahasiswa semester VI Fakultas Hukum.
Ia menilai bahwa langkah kepolisian dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap UMKM Mama Khas Banjar sudah sesuai prosedur dan mekanisme hukum.
Sementara itu, Dayat dari FKIP ULM mengangkat isu lain yang tak kalah penting, yakni perlunya edukasi bagi konsumen.
“Kesadaran konsumen terhadap hak-haknya masih rendah. Padahal, konsumen yang kritis bisa mendorong UMKM untuk terus berbenah, meningkatkan kualitas, dan bersaing secara sehat di pasar global,” ujarnya.
Diskusi ditutup dengan seruan agar mahasiswa tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga terlibat aktif dalam kegiatan sosialisasi dan edukasi hukum kepada masyarakat.
“Ini adalah bagian dari pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, terutama pengabdian masyarakat,” simpul para peserta diskusi.
Menanggapi isu ini, akademisi FISIP ULM, Pathurrahman Kurnain, menegaskan bahwa peran kepolisian sebagai aparat negara dalam menjaga ketertiban sangat krusial.
“Jika aparat tidak bertindak saat ada pelanggaran, maka bisa timbul kekacauan sosial. Ini yang oleh Thomas Hobbes disebut sebagai Bellum Omnium Contra Omnes – perang semua melawan semua,” ujarnya.
Pathurrahman menambahkan, dalam situasi tanpa penegakan hukum, manusia cenderung egois dan agresif, seperti dalam konsep Homo Homini Lupus — manusia menjadi serigala bagi sesamanya. “Kepolisian justru hadir untuk mencegah kekacauan itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Prof. Hadin Muhjad, pakar hukum ULM, dalam diskusi terpisah yang digelar Forum Kota (13/05), menjelaskan pentingnya fungsi hukum yang bersifat preventif dan represif.
“Pembinaan UMKM memang tugas pemerintah. Tapi kalau ada pelanggaran, polisi harus menindak. Kalau tidak, justru masyarakat bisa menuding polisi bermain mata,” tegasnya.
Isu ini menjadi pengingat bahwa pembangunan hukum dan pembinaan ekonomi kerakyatan harus berjalan beriringan.
Penegakan hukum yang adil, transparan, dan edukatif menjadi kunci menciptakan ekosistem usaha yang sehat serta masyarakat yang cerdas hukum. (na)