BANJARMASIJ, shalokalindonesia.com– Di usia senjanya, Padlansyah, seorang pensiunan, seharusnya menikmati ketenangan hidup. Namun yang ia hadapi justru perjuangan panjang menghadapi dugaan mafia tanah yang menyerobot lahan miliknya.

Perjuangan itu membawanya ke meja hijau, dan berujung pada kemenangan di Mahkamah Agung. Sayangnya, meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap, keadilan itu belum benar-benar dirasakan, karena hingga kini belum dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin.

Didampingi oleh Law Firm Nusantara Borneo mengajukan permohon Eksekusi tertanggal 28 April 2025, ke Pengadilan Negeri Banjarmasin. Padlansyah awalnya menggugat pihak yang menerobos tanahnya.

Gugatan di Pengadilan Negeri Banjarmasin sempat dimenangkan kala itu. Namun, pihak tergugat melakukan banding dan berhasil membalikkan keadaan di tingkat Pengadilan Tinggi.

Tidak menyerah, Padlansyah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Akhirnya, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Padlansyah. Putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan, dan putusan Pengadilan Negeri kembali berlaku. Pihak tergugat bahkan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun juga ditolak.

“Ini bukan sekadar kemenangan hukum, ini kemenangan rakyat kecil atas praktik mafia tanah. Tapi kemenangan ini akan sia-sia jika tidak dieksekusi,” ujar Yanto, S.H., dari Law Firm Nusantara Borneo, Rabu (30/4/2025).

Namun perjuangan belum selesai. Ketika proses hukum masih berlangsung, pihak tergugat justru mengurus dan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) baru atas tanah sengketa. Anehnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tetap menerbitkan sertifikat tersebut meski status hukum tanah masih disengketakan.

“Kami menduga kuat ada pelanggaran prosedur, di mana seharusnya penerbitan SHM atas nama tergugat batal demi hukum. Bagaimana bisa BPN menerbitkan SHM saat tanah masih berperkara? SHM itu kami duga cacat hukum bahkan berpotensi palsu, apalagi kini upaya PK pihak tergugat telah ditolak,” ungkap Yanto.

Ia menambahkan, hingga kini, putusan Mahkamah Agung tersebut belum dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin.

Padahal, eksekusi merupakan langkah akhir untuk mengembalikan hak Padlansyah atas tanahnya. Law Firm Nusantara Borneo menegaskan bahwa upaya Peninjauan Kembali (PK) merupakan hak hukum terakhir yang diberikan oleh sistem peradilan kepada pihak yang merasa terdapat kekhilafan hakim atau adanya bukti baru (novum) dalam proses peradilan sebelumnya.

Tujuan utama dari PK adalah untuk mencari keadilan yang sebenar-benarnya, guna memastikan bahwa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tetap dapat diuji kembali apabila terdapat alasan-alasan yang sah secara hukum Lebih lanjut, putusan PK Mahkamah Agung merupakan puncak dari seluruh proses hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Putusan tersebut wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak sebagai bentuk penghormatan terhadap hukum dan keadilan. Sebagai kuasa hukum, kami menghormati sepenuhnya isi putusan Mahkamah Agung dan akan memastikan bahwa perintah hukum yang terkandung di dalamnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.

“Kami mendesak PN Banjarmasin segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung. Hukum harus berpihak pada yang benar. Penundaan ini justru menambah penderitaan klien kami dan membuka celah praktik mafia tanah terus berlangsung,” tegas Yanto. (na)

Editor: Erma Sari

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *