PALANGKARAYA, shalokalindonesia.com- Setiap tanggal 8 Maret, di seluruh dunia diperingati Hari Perempuan Sedunia. Peringatan ini berangkat dari kondisi tahun 1857 di New York.

Para Perempuan pekerja memprotes kondisi kerja yang tidak manusiawi dan upah murah. Gerakan protes tersebut berhasil diredam, namun bukan berarti semangat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi perempuan lantas padam.

Tahun 1908, sekitar 15.000 pekerja perempuan berhimpun dan memenuhi jalanan kota New York, menumbuhkan kesadaran kepada segenap masyarakat bahwa hak-hak perempuan seperti upah layak dan hak pilih dalam pemilu adalah urusan urgen dan hak mendasar untuk hidup sebagai manusia yang setara dan bukan warga negara kelas dua.

Koordinator lapangan aksi IWD KALTENG, Wira Surya Wibawa menyampaikan, pada Kongres Perempuan Sosialis Internasional tahun 1910 disepakati untuk para pekerja perempuan di seluruh dunia mulai mengorganisir diri dalam sebuah peringatan tahunan global, terus berjuang dan menumbuhkan kesadaran tentang masyarakat yang setara.

Tahun 1975 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Sedunia untuk terus menumbuhkan dan menyebarkan kesadaran terkait hak-hak dasar perempuan dalam segala bidang hidup, dan terus menerus diperingati hingga hari ini.

“Dalam konteksnya di Indonesia, kongres Perempuan di Indonesia pada 1920 menginisiasi perlindungan bagi perempuan dari poligami sepihak, kesetaraan kaum perempuan, hak politik kaum perempuan, hak pendidikan,” katanya.

Ia bilang, perjuangan perempuan meraih kesetaraan tidak diberikan oleh laki-laki, namun benar-benar diperjuangkan oleh tangan, keringat, dan jerih payah perempuan sendiri, untuk mencapai masyarakat yang setara dan adil sebagai manusia seutuhnya.

“Kaum Perempuan mengorganisir diri, bersatu, dan berjuang bersama untuk mewujudkan hak-hak yang sudah sepantasnya didapatkan setelah ribuan sumbangsih yang diberikannya untuk kemanusiaan sendiri tak terhitung nilainya, ” terangnya.

Kita, kaum perempuan, tak bisa seorang diri melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kesetaraan. Kita perlu saling menemukan untuk saling menumbuhkan kesadaran dan menyebarkannya.

“Ribuan tahun ketidakadilan ditanamkan dalam pikiran kita, diterima secara pasif, berpasrah pada pandangang-pandangan merendahkan, minimnya ruang aman seakan hal lumrah, minimnya partisipasi kita dipandang sudah sewajarnya. Belum lagi ruang-ruang pergerakan dan perjuangan yang sangat beraroma maskulin dan masih terdapat diskriminasi berbasis gender dan jenis kelamin, ” cetusnya.

Singkatnya, ruang aman dan kesetaraan serta kebebasan adalah cita-cita yang perlu kita, kaum perempuan, perjuangkan bersama.

“Proses panjang yang tidak bisa terjadi dalam semalam, namun komitmen setiap hari untuk terus memperjuangkan kesadaran dan masyarakat yang adil dan setara, sebuah dunia yang aman dan layak huni bagi perempuan,” jelasnya.

Selama kesetaraan dan hak-hak perempuan sebagai manusia belum tercapai, selama itu pula peringatan Hari Perempuan akan terus relevan sebagai alat untuk menggalang kesadaran, menumbuhkan perjuangan, dan menolak penindasan perempuan sebagai bagian dari penindasan atas kemanusiaan.

“Kondisi sosial politik hari ini yang semakin membuat kita terkurung dalam lingkaran-lingkaran kita, takut bersuara, takut beraspirasi, padahal punya keresahan yang sama terkait kondisi perempuan hari ini, membuatnya menguap tak tersampaikan, ” katanya.

Berangkat dari kondisi ini, dan untuk turut menjadi bagian dari perjuangan perempuan sedunia, Komite IWD Kalimantan Tengah hadir, menjadi wadah bersama dan jalinan solidaritas atas usaha menciptakan dunia yang aman serta layak huni bagi perempuan dan ragam gender lainnya.

” Mencoba merangkul setiap lingkaran yang peduli pada perjuangan untuk menciptakan kehidupan perempuan yang lebih aman dan layak sebagai bagian dari umat manusia, berkumpul dan mendiskusikan kembali berbagai keresahan dan permasalahan perempuan hari ini, ” ungkapnya.

Dalam konsolidasi-konsolidasi yang IWD Kalimantan Tengah lakukan, isu kekerasan seksual, ruang aman bagi perempuan, dan kesetaraan masih menjadi tantangan utama. Artinya meski telah ada UU dan kebijakan dari pemerintah, dunia yang layak huni bagi perempuan belum benar-benar tercipta, sehingga usaha-usaha ini akan terus relevan. Kami merangkum tuntutan kami dalam tiga isu besar.

“Penuhi hak dasar perempuan & disabilitas
Fasilitas di ruang publik seperti toilet khusus perempuan, ruang laktasi, Hukum tegas pelaku kekerasan seksual, berhenti menyalahkan korban kekerasan seksual, Jamin ruang aman untuk perempuan, ” ucapnya.

Menurutnya, ruang publik yang bebas asap rokok
Keamanan dari begal yang payudara
Kepastian rasa aman saat menjadi korban kekerasan seksual, wujudkan keterlibatan perempuan yang bermakna, keterwakilan perempuan dan perspektif perempuan dalam proses pembuatan kebijakan. Kaderisasi politisi perempuan yang serius, bukan sekadar formalitas. (shalokalindonesia.com/rls)

Editor: Erma S. Pd

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *