BANJARMASIN, shalokalindonesia.com– Di usia 71 tahun, Padlansyah seharusnya menikmati masa pensiun dengan tenang. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Pensiunan Bea Cukai ini masih harus memperjuangkan haknya atas sebidang tanah yang diduga diserobot dan kini belum juga dikembalikan, meskipun Mahkamah Agung telah menetapkan dirinya sebagai pemilik sah.

Tanah seluas sekitar 600 meter persegi di Jalan Ir. Pangeran Mochammad Noor No. 43, Kelurahan Kuin Cerucuk, Banjarmasin Barat itu telah menjadi sumber sengketa sejak 2016.

Padlansyah mengelola lahan tersebut sejak 2010 dengan dasar surat sporadik. Namun tiba-tiba muncul pihak lain yang mengklaim memiliki hak, hingga berujung ke meja hijau.

Setelah melalui proses hukum berliku—dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung. Padlansyah akhirnya menang. Bahkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pihak lawan pun ditolak oleh MA. Artinya, putusan tersebut telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Namun kemenangan itu belum berarti. Tanah yang disengketakan belum juga dikembalikan. Bahkan, lahan tersebut kini telah berdiri sebuah bangunan gudang kayu bernama “TPKO Antara – UD Jaya Bersama”, yang diduga dikelola oleh pihak berinisial NH. Lebih mencengangkan lagi, terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama NH pada 23 November 2017—saat proses hukum masih berjalan.

“Saya benar-benar heran. Surat hukum terakhir baru keluar September dan Oktober 2017. Tapi sebulan setelahnya, kok bisa terbit SHM atas nama orang lain?” kata Padlansyah dalam jumpa pers, Rabu (30/4/2025).

Ia menduga ada pelanggaran prosedur dalam penerbitan sertifikat oleh oknum Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin. “Tanah yang masih dalam status sengketa seharusnya tidak bisa diterbitkan sertifikatnya. Itu cacat hukum,” tegasnya.

Kuasa hukum Padlansyah dari Law Firm Nusantara Borneo pun menyuarakan hal senada. Direktur Utamanya, Rahmatullah, S.H., menyebut kasus ini bukan sekadar sengketa biasa, tetapi cerminan kuatnya cengkeraman mafia tanah.

“Putusan Mahkamah Agung sudah final. Tidak ada alasan lagi bagi pengadilan untuk menunda eksekusi. Ini bukan hanya kemenangan klien kami, ini simbol bahwa rakyat kecil bisa menang jika hukum benar-benar ditegakkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, lambannya eksekusi membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang. “Jika hukum dibiarkan lemah, praktik mafia tanah akan terus hidup dan merugikan rakyat,” ucapnya.

Sementara itu, rekan kuasa hukum lainnya, Yanto, S.H., mendesak Pengadilan Negeri Banjarmasin segera melaksanakan perintah eksekusi. “Kami minta aparat bertindak. Ini soal kepastian hukum dan keadilan,” ujarnya.

Kini, perjuangan Padlansyah memasuki babak akhir. Meski secara hukum ia telah menang, keadilan sejati baru akan hadir jika putusan benar-benar dijalankan. Di usia senjanya, ia tetap bertahan, membuktikan bahwa keberanian untuk melawan ketidakadilan tak pernah mengenal usia. (na)

Editor: Erma Sari,. S.Pd.Gr

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *