SHALOKAL. INDONESIA, JAKARTA-Data menunjukkan, transaksi antara politisi dengan pengusaha tambang, hutan dan sawit akan meningkat menjelang pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Tahun ini, diprediksi jalinan itu akan semakin kuat.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat adanya fenomena peningkatan pemberian izin usaha yang berulang di tahun politik, yaitu satu tahun sebelum pemilu atau pilkada. Peningkatan itu, menurut Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, bahkan selalu mencapai di atas 200 persen jika dibandingkan periode sebelum atau sesudah tahun politik.

“Itu trennya memang penerbitan izin tahun pemilu itu meningkat. Dan di tahun ini, kita memprediksi, transaksi politik dengan kejahatan sumber daya alam akan meningkat. Kenapa dia meningkat? Karena pintunya ditambah,” kata Zenzi dalam peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023 oleh Walhi, Selasa (31/1).

Peningkatan di tahun ini, menurut Zenzi, terjadi karena pada tahun-tahun sebelumnya, faktor pendukungnya hanya dalam soal kewenangan penerbitan izin. Pintu yang ditambah, dalam istilah Zenzi, adalah karena saat ini pemerintah memiliki kewenangan mengampuni kejahatan.

“Bukan hanya menerbitkan izin, tapi mengampuni kejahatan. Nah, pihak yang terlibat pun tidak hanya kandidat kepala daerah, tapi bisa juga institusi penegak hukum. Orang yang berwenang di institusi penegak hukum,” ujarnya.

Konstelasinya menjadi berkembang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena itu, lanjut Zenzi, siapa yang akan maju di politik, penentunya bukan hanya partai politik dan elit politik daerah

Konfigurasi mereka dengan orang-orang yang punya kewenangan di institusi penegak hukum juga akan menentukan, siapa yang akan menang di kepala daerah ataupun di DPR RI,” tegas Zenzi.

Perppu Cipta Kerja menjadi penentu perubahan konstelasi yang terjadi ini.

Secara rinci menurut catatan yang ada, izin di sektor kehutanan akan terbit satu tahun sebelum pemilihan, bahkan hingga jam-jam terakhir sebelum pencoblosan dilakukan. Walhi mencatat, pada 2004 hanya selama dua hari menjelang pemilu putaran kedua, di sektor kehutanan ada 400.000 hektare lahan hutan yang izin pengelolaannya dikeluarkan. Izin bahkan ditandatangani hingga beberapa jam sebelum pencoblosan.
Di sektor sawit dan tambang ada sedikit perubahan, karena sebelum tahun 2020 kewenangan penerbitan ada kepala daerah. Di era 2004-2005, penerbitan izin tambang lebih banyak terjadi setelah pilkada, karena kepala daerah baru terpilih. Data menunjukkan, ada relasi antara pemegang izin tambang dengan mereka yang terpilih di pilkada periode ini.

“Bagaimana melihat relasinya? Mereka mantan kepala dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral -red), mereka mantan kepala dinas Kehutanan. Orang yang tahu di mana lokasi deposit tambang dan orang yang tahu di mana kawasan hutan yang bisa dilepaskan,” urai Zenzi.

Di era 2009-2010, penerbitan izin tambang banyak terjadi sebelum pilkada, terutama di daerah di mana petahana akan maju lagi, karena kekuasaan masih dipegang kepala daerah yang terpilih pada 2004-2005.

Khusus untuk izin perkebunan sawit, ada pola khusus diberikan. Jika petahana kepala daerah akan maju lagi, maka dia menerbitkan izin prinsip di tahun politik. Kemudian, setelah terpilih, izin usaha perkebunan baru akan dikeluarkan.

Kerusakan Akibat Kebijakan

Dalam skala global, dunia sedang menghadapi perubahan iklim. Kondisi ini, menurut M Islah, Deputi Internal Walhi, membutuhkan kehadiran pemimpin yang peduli pada lingkungan.

“Karena tentu saja sebagian besar perubahan iklim ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemimpin dunia. Dalam konteks Indonesia, tentu saja ini adalah pemerintah Indonesia, termasuk di dalamnya badan legislatif, yang merumuskan hukum,” kata Islah.
Karena itulah, pemilu atau pilkada, sebenarnya adalah sebuah harapan baru. Apakah harapan itu akan menjadi kenyataan baik atau buruk, sepenuhnya ditentukan oleh proses pemilu dan pilkada itu sendiri.

“Pemilu besok ini, kalau yang maju calonnya nanti sebagian besar adalah orang-orang yang ingin mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan, atau mereka hanya mengambil keuntungan pada industri-industri ekstraktif, tentu saja harapannya menjadi kelam,” tegasnya.

Karena itu, Islah berpesan kepada dua pihak dalam upaya perbaikan keadaan, yaitu partai politik dan masyarakat sebagai pemilih. Partai politik, yang saat ini berasa dalam fase awal pemilihan calon-calon anggota legislatif dan calon-calon pemimpin, baik nasional maupun daerah, harus punya kepedulian terhadap lingkungan. Bagaimanapun, hanya ada satu jalur untuk menjadi anggota legislatif yang membuat undang-undang, yaitu partai politik.

Harapan kedua adalah pada masyarakat, yang harus ikut seluruh proses politik. Jika politisi menjual izin di tahun politik bisa dipastikan dia tidak akan berpihak pada lingkungan ketika menjabat.

“Kalau tahun ini masih terjadi demikian, maka tentu saja nanti orang-orang yang duduk di kekuasan, baik legislatif maupun eksekutif, kurang punya kepedulian terhadap lingkungan, karena modal politiknya saja dari merusak lingkungan hidup,” kata Islah. (SI/VOA)

Editoe: Erma Sari, S. pd
Ket foto: Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, dalam tangkapan layar. (Foto: voa)

Iklan

Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *