BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Kritik yang dilontarkan Gielbran M Noor, ketua BEM UGM, soal perang baleho dari para caleg dan capres, tentu ada benarnya. Dia mengatakan, “banyak baleho besar, tapi gagasannya kecil”. Bukan hanya kecil, juga tidak nampak.
Perang baleho besar sudah mengalahkan stragegi door to door. Ketika seorang caleg yang memilih mendatangi komunitas warga satu persatu ke rumahnya, warga pun bertanya, kenapa tidak ada balehonya?
Apakah baleho mampu menggiring pemilih untuk mudah terpesona dengan gambar dan foto-foto besar?, sehingga memaksa caleg dan capres untuk ikut perang baleho?.
Baca Juga:
“Memang faktanya, titik-titik menyebaran baleho oleh tim pemenangan, menjadi indikator popularitas dan potensi elektabilitas. Seolah, wilayah yang tidak ada balehonya merupakan daerah tak bertuan atau belum terjamah aktivitas politik, ” kata, Noorhalis Majid, Senin (18/12/2023).
Sebaliknya, daerah yang caleg atau capresnya menguasai sebaran baleho, dianggap sebagai pemilik atau penguasa daerah tersebut. Seakan semua warga pemilih di tempat dimana baleho tersebut diletakkan, semuanya memilih caleg dan capres yang bersangkutan.
Idealnya, baleho besar dibarengi gagasan besar. Atau bahkan, tidak perlu ada baleho besar, yang penting gagasannya besar. Yang utama komitmennya kuat, dan rekam jejaknya menjadi jaminan bahwa yang bersangkutan amanah menjalankan tugasnya.
Baca Juga:
Kesadaran seperti itu hanya dapat terjadi, bila perjumpaan, komunikasi dan dialog, lebih sering terjadi antara caleg, capres atau tim pemenangan, dengan warga pemilih. Tapi faktanya, tidak banyak yang turun mendatangi warga. Bahkan banyak yang takut datang. Khawatir ditanya uang pengganti, bingkisan dan segala macam yang mengarah pada politik berbiaya mahal.
Kritik Gielbran M Noor, membawa kabar baik, tentang anak muda yang sadar politik, dan menolak politik bergaya borju, yang menawarkan dan bahkan memamerkan kemewahan, kemampuan ekonomi, melalui baleho besar, sementara gagasannya kecil. (nm,)
Baca Juga:
