
BANJRMASIN, shalokalindonesia.com- Ada yang mengatakan, isu SARA, sulit dihindari dalam Pemilu. Sekalipun sadar berbahaya beresiko perpecahan dan bahkan konflik, tetap saja digunakan.
“Seperti jalan pintas, saat narasi berisi visi-misi tidak dipunyai, atau dianggap tidak efektif, maka isu SARA jadi solusi, ” kata Akademisi, Noorhalis Majid, Rabu (24/5/2023).
Kata dia, regulasi membatasinya hanya soal penggunaan tempat ibadah. Bahwa, tempat ibadah tidak boleh untuk ajang kampanye. Lingkungan tempat ibadah, tidak boleh ada atribut peserta pemilu.
“George Moyser, pakar politik Universitas of Vermont USA, mengatakan bahwa hubungan antara agama dan politik dapat berkembang dalam tiga bentuk berbeda, antara lain: otoritas politik mengendalikan institusi agama, pemimpin agama mendukung otoritas politik, dan/atau simbiosis antara politik dan agama, ” jelasnya.
Ia menambahkan, tiga kemungkinan tersebut kerap terjadi saat agama selalu dikaitkan dengan politik. Padahal agama tidak seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik.
Namun, bagaimana mengontrol mimba-mimbar pada tempat ibadah agar netral dari kampanye? Siapa yang dapat menyaring isi khutbah, doa dan segala macam bentuk ibadah, yang tentu memungkinkan disusupi kepentingan politik.
Bagaimana membatasi simbol-simbol agama lainnya, agar tidak dipakai sebagai identitas yang menguntungkan segelintir orang?
“Sekalipun BNPT memperkirakan, bahwa politisasi atau ekplorasi agama untuk mendulang suara pada Pemilu 2024, sudah tidak signifikan, jumlahnya di bawah Pemilu 2019. Dengan alasan, indek potensi radikalisme Indonesia hanya 12,2% atau turun signifikan dibanding 2019 yang mencapai 38,4%,” ucapnya.
Walau potensinya turun, politisasi agama pasti memunculkan polarisasi di masyarakat, itu yang disebut sebagai fitnah agama. Agama akan mengalami distorsi, dimanipulasi dan dipolitisasi, kata Direktur Pencegahan BNPT, Jenderal Polisi R Ahmah Nurwakhid.
“Bagi masyarakat Banjar, kesadaran bahaya tersebut juga sudah lama ada, bahwa bila isu SARA dimainkan dalam politik atau Pemilu, pasti berbahaya, potensinya “kaya kalaras karing”, mudah sekali menyala dan selanjutnya dapat membakar apapun, termasuk membakar akal sehat,” tambahnya. (NA/NM)
Editor: erma Sari, S. Pd
Ket foto: ilustrasi himbauan di masjid. (Foto: sekilas media)