
BANJAR, shalokalindonesia.com- Kota Martapura, Kalimantan Selatan, adalah salah satu contoh nyata tentang bagaimana permasalahan penurunan daerah resapan air dapat berdampak serius pada kehidupan warga kota.
Banjir yang hampir setiap tahun melanda kota ini menjadi bukti konkret akan perlunya tindakan segera dan berkelanjutan. Penurunan daerah resapan air yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir muncul sebagai akar permasalahan.
Dalam kasus ini, air hujan tak mampu meresap ke dalam tanah secara efisien, sehingga meningkatkan aliran permukaan yang mengakibatkan banjir.
Kondisi ini menyoroti perlunya tindakan mendalam dan holistik untuk memulihkan dan meningkatkan kapasitas daerah resapan air di kota ini.Faktor-faktor yang menyebabkan banjir di Kota Martapura seperti pembangunan perkotaan yang tidak terencana telah menggusur lahan-lahan terbuka yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air alami.
Penebangan hutan dan perubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian atau perumahan juga turut menyumbang dalam merosotnya kemampuan daerah untuk menyerap air.
Penggunaan material impermeabel seperti beton dan aspal di seluruh kota memicu air hujan untuk mengalir dengan bebas di permukaan, tanpa dapat meresap ke dalam tanah.
Selain faktor yang telah disebutkan, mengutip dari Kompas.com, warga berpendapat bahwa banjir yang terjadi di tahun 2022 disebabkan oleh aktivitas tambang.
“Karena alam yang rusak di hulu, air hujan yang turun tidak tersaring lagi. Akibatnya Sungai Martapura tidak bisa menampung debit air yang begitu banyak,” ujar Heru (Sebagai warga dan Ketua RT Kelurahan Keraton, Kecamatan Martapura) kepada wartawan, Kamis (24/3/2022).
Kasus banjir tahun 2022 di Kota Martapura menjadi titik puncak dari permasalahan ini. Hujan deras yang turun tidak dapat meresap dengan baik ke dalam tanah karena daerah resapan air yang semakin berkurang.
Akibatnya, aliran permukaan meningkat secara drastis, membanjiri kota dan merusak properti serta kehidupan warga setempat. Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya mengatasi permasalahan penurunan daerah resapan air.Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan, solusi permasalahan penurunan daerah resapan air di Kota Martapura harus mencakup berbagai langkah yang komprehensif. Pertama, konservasi lahan terbuka adalah langkah penting.
Ini melibatkan pemeliharaan lahan hijau dan hutan sebagai resapan air alami. Pemerintah setempat harus menerapkan kebijakan ketat untuk melindungi dan menjaga lahan terbuka ini dari konversi.
Pengelolaan air hujan juga kunci dalam mengatasi masalah ini. Pembangunan infrastruktur yang mengumpulkan, menyaring, dan menyimpan air hujan seperti rain garden, kolam retensi, dan sistem penampungan air hujan dapat membantu meningkatkan resapan air.
Perencanaan kota yang berkelanjutan, yang mempertimbangkan daerah resapan air sebagai faktor utama, juga harus diimplementasikan. Ini termasuk pembangunan dengan material permeabel, merencanakan lahan terbuka, dan pemilihan lokasi bangunan dengan bijak. Penanaman vegetasi seperti pohon dan semak yang mampu menahan kelebihan air juga harus ditingkatkan. Pohon-pohon dapat mengurangi aliran air
permukaan dan membantu air meresap ke dalam tanah. Selain tindakan fisik, pendidikan masyarakat juga sangat penting. Mengedukasi warga tentang pentingnya menjaga daerah resapan air dan pengelolaan air hujan yang bijak akan membentuk pemahaman yang kuat dan memberikan dukungan yang diperlukan dalam mengatasi permasalahan ini.
Untuk meningkatkan daerah resapan air di Kota Martapura, perlu diambil tindakan konkret. Program penghijauan kota adalah langkah penting yang melibatkan penanaman tumbuhan di seluruh kota.
Hal ini dapat melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya penanaman pohon dan semak. Sementara itu, infrastruktur resapan air, seperti taman hujan (rain garden) dankolam retensi (kolam/waduk penampungan air), harus dibangun di daerah-daerah strategis kota. Pentingnya perubahan kebijakan yang mengharuskan pertimbangan daerah resapan air dalam setiap proyek konstruksi baru harus dipahami dan diterapkan secara konsisten.
Melakukan penelitian dan pemantauan yang berkelanjutan tentang kondisi resapan air di Kota Martapura adalah kunci untuk memahami perkembangannya seiring waktu dan menilai efektivitas langkahlangkah yang diambil.
Dengan langkah-langkah ini, Kota Martapura memiliki potensi untuk mengatasi permasalahan penurunan daerah resapan air dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan serta mengurangi risiko banjir yang merugikan.
Kesimpulan: Studi ini memberikan gambaran menyeluruh tentang permasalahan penurunan daerah resapan air yang telah menyebabkan banjir berulang di Kota Martapura, Kalimantan Selatan.
Faktor-faktor seperti pembangunan perkotaan yang tidak terencana, penggundulan hutan, penggunaan material impermeabel, dan bahkan aktivitas tambang telah berkontribusi pada penurunan daerah resapan air yang kritis.
Kasus banjir tahun 2022 menjadi bukti nyata akan akar permasalahan ini, di mana air hujan tidak dapat meresap dengan baik ke dalam tanah yang semakin kehilangan kapasitas resapannya
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini mencakup berbagai tindakan komprehensif. Konservasi lahan terbuka, pengelolaan air hujan yang efisien, perencanaan kota yang berkelanjutan, penanaman vegetasi, dan pendidikan masyarakat adalah bagian integral dari solusi ini.
Penghijauan kota, pembangunan infrastruktur resapan air, perubahan kebijakan, dan penelitian yang berkelanjutan juga menjadi langkah penting dalam upaya meningkatkan resapan air di Kota Martapura.
Melalui tindakan berkelanjutan dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan pakar lingkungan, Kota Martapura memiliki peluang untuk mengatasi permasalahan penurunan daerah resapan air, mengurangi risiko banjir yang merusak, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan upaya bersama, Kota Martapura dapat menjadi contoh yang sukses dalam mengatasi tantangan serius ini dan melindungi kehidupan serta properti warga kota dari ancaman banjir yang merugikan. (shalokalindonesia.com/Mhs Biologi FMIPA ULM)
Karya::Moenirah Salsa Bella’, Ikmaliah, Sasi Gendro Sari
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu l’engetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat
Email: [email protected]
Editor: Erma Sari. S. Pd
FOTO: Banjir. (Kompas)