BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Seiring dengan berkembangnya teknologi, fenomena kekerasan berbasis gender online (KBGO) terus terjadi.

Kalangan yang dinilai paling rentan adalah jurnalis perempuan. Meski kelompok ini secara sosial dan politik dianggap lebih berdaya karena profesi serta pengetahuan dibanding perempuan Indonesia pada umumnya.

Isu KBGO di kalangan jurnalis menjadi topik utama dalam diskusi bulanan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Banjarmasin, Sabtu (16/12/2023).

Diskusi yang digelar di Headline Coffee Banjarmasin Post ini berkolaborasi Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalsel.

“Jurnalis perempuan rentan mengalami KBGO karena dalam kesehariannya menggunakan perangkat digital untuk melaksanakan pekerjaannya menyampaikan informasi atau berita,” kata Anjar Wulandari, narasumber dari AJI Balikpapan Biro Banjarmasin.

Namun, Anjar menilai kesadaran publik terhadap isu KBGO masih rendah. Belum semua organisasi media peduli.

Di samping itu, regulasi belum mendukung. Bahkan, belum ada SOP (prosedur operasi standar) khusus terkait KBGO, baik sisi pencegahan, perlindungan, dan penanganan.

Menurutnya, organisasi media menyusun aturan turunan yang detail, bisa berupa protokol, peraturan perusahaan, ataupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tentang perlindungan jurnalis, khususnya kalangan perempuan. Termasuk kekerasan seksual sebagai bagian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

“Dewan Pers bersama organisasi jurnalis dan organisasi media perlu segera mendorong dan menyusun regulasi serta kebijakan yang dapat melindungi dan mencegah kekerasan terhadap jurnalis termasuk KBGO, khususnya jurnalis perempuan,” tuturnya.

Di sisi lain, KBGO berdampak pada banyak hal. Seperti psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri atau kehilangan kepercayaan diri.

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 85,7 persen dari 1.256 jurnalis perempuan di Indonesia yang menjadi responden pernah mengalami berbagai tindakan kekerasan. Sebanyak 753 jurnalis perempuan (70,1 persen) mengaku mengalami kekerasan fisik maupun digital.

Survei berskala nasional itu dilakukan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), lembaga peneliti independen berbasis di Yogyakarta, akhir 2021 lalu.

PR2Media juga menemukan fakta bahwa mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis perempuan adalah rekan kerja (20,9 persen) dan atasan (6,9 persen).

Hasil riset kolaboratif antara AJI dan PR2Media pada 2022 menunjukkan fakta serupa. Terungkap 82,6 persen dari 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi yang menjadi responden penelitian tersebut menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual.

Sementara itu, Subdit 5 Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Kalsel mencatat 68 persen kalangan perempuan menjadi penyintas kejahatan siber.

Dalam acara diskusi bulanan ini turut menghadirkan Ratna Sari Dewi dari FJPI Kalsel menjadi narasumber. Sementara dari Polda Kalsel, yang jadi pembicara yakni Brigadir Sheren Septiana. (shalokalindonesia.com/na)

Editor: Erma Sari, S. Pd

Iklan
Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *