BANJARMASIN, shalokalindonesia.com- Lembaga bantuan hukum borneo nusantara sebagai kuasa hukum Rahman Efendi dalam kasus dugaan penjiplakan lagu “Nasib Poswan Buruk” yang diduga dijiplak menjadi lagu “Obuk Chelleng” tidak membiarkan kasus tersebut ngambang tanpa kepastian hukum dan keadilan,
Hal tersebut setelah adanya ajakan itikad baik dari kuasa hukum Rahman Efendi yang diajukan melalui somasi pertama dan juga somasi kedua yang dilayangkan per-bulan juni sampai bulan Juli, namun sampai saat ini itikad baik yang ditawarkan oleh kuasa hukum rahman efendi tidak ada tanggapan atau jawaban sehingga tidak ada kejelasan dalam penyelesaian permasalahan tersebut.
Dalam menghadapi situasi tersebut pada tanggal 04 Oktober 2023 Rahman Efendi didampingi langsung oleh Wakil Direktur LBH Borneo Nusantara Muhammad Iqbal, S. H., M. H., Ahmadi, S. H. dan Willy Akbar R. S. H. tidak tinggal diam.
Demi mendapatkan kapastian dan keadilan terhadap permasahan tersebut, permasalahan tersebut dilakukan upaya hukum pidana yaitu memasukan laporan ke dit reskrimsus polda kalsel, upaya tersebut dilakukan sebagai titik balik dari para pihak yang diduga menjiplak lagu tersebut tidak kunjung beritikad baik dalam menyelesaikan permasalahan sehingga upaya pelaporan menjadi hal terakhir dalam iktiar dalam mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam permasahan tersebut.
Matrosul, S. H. sebagai Direktur LBH Borneo Nusanatara menyampaikan pelaporan polisi ini dilakukan dampak dari tidak adanya itikad baik yang sudah kami berikan kepada pihak tersomasi dalam penyelesaian permasalahan ini.
“Kami bermaksud dengan laporan ini permasalahan klien kami segera mendapatkan kepastian hukum dan keadilan, ” jelasnya.
Dalam pelaporan tersebut pihak terlapor di duga telah melakukan tindak pidana penjiplakan lagu atau pelanggaran hak cipta, sebagaimana di atur dalam undang-undang hak cipta yang terdapat dalam pasal 113 ayat 3 UUCH 2014 dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu Miliar rupiah) dan juga yang terdapat dalam pasal 113 ayat 2 UUHC 2014 dengan ancaman pidana penjera paling lama 3 tahun atau/dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Dalam pelaporan dugaan penjiplakan lagu yang diterima oleh dit reskrimsus polda kalsel diharapkakan dapat segera diproses sehingga kepastian dan keadilan dalam penyelesaian masalah tersebut dapat menemukan jalan keluar. (shalokalindonesia.com/rls)
Editor: Ermas Sari, S. Pd