ATOLA, shalokalindonesia.com- Beredar pemberitaan di media massa yang menyebutkan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) berinisial NH (terlapor) diduga telah menganiaya SN (pelapor).

Hal itu dibantah, kuasa hukum NH, Adv Boby A, S.H., M.H didampingi rekannya
Adv. Sultan A, S.H pada Kantor Hukum Boby Asmarinanda Law Firm (B.A.L.F) saat menggelar konferensi pers dengan awak media, Jumat (26/4/2024) disalahsatu cafe di Banjarmasin Timur.

Ia menerangkan, kronologis sebenarnya berawal dari pelapor (SN) yang diduga melakukan penghinaan sebanyak tiga kali terhadap kliennya (NH) yang disebut sebagai terlapor.

“Klien saya saat menanyakan alasan melakukan hal tersebut kepada pelapor, terus pelapor lari dengan mengunakan sepeda motor hingga diduga terjatuh dengan sendirinya, ” ucapnya.

Saat itu, klien dirinya mau mendahului pelapor, akan tetapi si pelapor tersebut diduga terjatuh dari motornya akibat diduga dengan kecepatan tinggi saat mengemudi sepeda motornya.

“Pada waktu itu, kondisi gelap dan ban motor milik pelapor jatuh ke bahu jalan aspal, ” cetusnya.

Boby menegaskan, saat kejadian, pelapor diduga tak seimbang sehingga terlapor refleks dengan cara menahan paha kanan bawah pelapor agar tak terjatuh mengenai klien kami.

“Saat itu tak ada saksi mata secara langsung, hanya ada saksi mata ketika setelah selesai kejadian atau saat terjatuh, ini sehingga tidak dapat memberikan informasi yang sebenarnya.
Hal ini juga tidak dapat menyatakan bahwa itu merupakan suatu tindak pidana, dikarenakan tidak ada saksi mata yg menyataian itu suatu Tindak Pidana,” terangnya.

Ia menerangkan, pihaknya telah melakukan upaya hukum mengajukan Surat Permohonan Perhentian Penyelidikan (SP2LID)
terhadap laporan polisi Nomor : LP / B / 03 / II / 2024 / SPKT.UNITRESKRIM / POLSEK ALALAK / POLRES BARITO KUALA / POLDA KALSEL tanggal 01 Februari 2024 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik / 03 / II / RES.1.6. / 2024 / Reskrim tanggal 01 Februari 2024 yang ditujukan kepada Polsek Alalak, lalu memberikan tembusan Surat Permohonan tersebut kepada Kapolda Kalsel, Kabid Propam Polda Kalsel, Irwasda Polda Kalsel serta Polres Batola.

“Hal ini bertujuan agar terlapor bisa mendapatkan kepastian kukum dan menjadi pertimbangan hukum kami dalam mengajukan surat permohonan ini,” ucapnya.

“Demi kepentingan penyidikan maka perlu dilakukannya penyelidikan sebagai tahap pertama atau permulaan dari penyidikan. Yang berarti bahwa penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 5 KUHAP, ” jelasnya.

Dalam pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan,
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

“Kami juga sangat mengapresiasi POLRI khususnya Polsek Alalak karena sampai saat ini memproses hukum klien kami dalam proses penyelidikan dengan prinsip kehati-hatian, ” katanya.

Boby dan Ardin menyebutkan, pihaknya berharap agar kepolisian dapat melihat kasus ini berdasarkan asas legalitas, unus testis nullus testis, Asas In Dubio Pro Reo baik itu secara PIDANA MATERIL dan maupun PIDANA FORMIL sehingga dalam mengmbil keputusan dapat memberikan Kepastian Hukum yang seadil-adilnya.

Bahwa kami berpendapat dalam perkara ini perbuatan terlapor bukanlah suatu tindak pidana dan tidak tercukupinya dua alat bukti permulaan yang sah sehingga seharusnya kasus ini dihentikan dalam proses penyelidikan demi hukum, ” katanya.

“Tidak dapat dinaikan status terlapor atau menyatakan terlapor sebagai tersangka dalam proses penyidikan dan perbuatan pelapor bukanlah suatu tindak pidana, berdasarkan sudut pandang hukum Asas Legalitas, Asas Tiada Hukuman tanpa kesalahan dan Pasal 28 ayat (1) huruf Perkapolri Nomor 12 Tahun 2009. a dan ayat (4)

Ia menerangkan lagi, alat bukti saksi hanya satu yaitu saksi sebagai korban (tidak dapat dijadikan alat bukti dalam pidana maka berlaku Asas Unus Testis Nullus Testis berarti Satu saksi bukan saksi).

Lanjutnya, alat bukti surat berupa hasil visum, bukan merupakan akibat dari suatu tindak pidana melainkan menjelaskan luka akibat dari jatuhnya pelapor itu sendiri, sehingga tidak dapat memenuhi unsur Pasal 351 KUHP.

” Barang bukti yang dititipkan pelapor di kepolisian, tidak dapat dijadikan sebagai Alat bukti petunjuk, melainkan hanya dapat digunakan di Pengadilan oleh dan atas Permintaan Hakim,” katanya.

Boby menjelaskan, kepolisian sektor (Polsek) Alalak dalam hal ini dapat melakukan penghentian penyelidikan dengan pertimbangan bahwa perbuatan terlapor tidak memenuhi unsur tindak pidana penganiayaan Pasal 351 KUHP dan tidak cukup Bukti.

“Penghentian penyelidikan ini agar terlapor mendapatkan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Bahwa berdasarkan hal tersebut, penasehat hukum dari terlapor (NH) secara garis besar mengajukan permohonan berupa, pertama melakukan penghentian penyelidikan dan kedua, mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan (SP2LID);

Bahwa surat penghentian tersebut digunakan sebagai hak terlapor dalam memperoleh kepastian hukum, ” ucpanya.

Boby dan Ardin bilang, kepastian hukum menjadikan jaminan dijalankan dan ditegakan melalui aturan yang tepat dan efektif. Apabila kepastian hukum tidak ada didalam suatu hukum, maka hukum tersebut akan kehilangan makna dan jati dirinya sehingga hukum tersebut tidak lagi digunakan bagi setiap orang sebagai pedoman perilaku.

Bahwa yg menjadi Dasar Hukum permohonan Penghentian Penyelidikan kami adalah berdasarkan Pasal 28 ayat (1) huruf a dan ayat (4) Perkapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.

“LHP atas dasar Laporan Polisi dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan tindakan penghentian penyelidikan dalam hal tidak ditemukan informasi atau bukti bahwa perkara yang diselidiki bukan merupakan tindak pidana, “,terangnya.

Ia menegaskan, dalam perkara ini tidak ditemukannya tindak pidana penganiayaan seperti yang dilaporkan berdasarkan Pasal 351 KUHP, karena perbuatan terlapor menahan jatuhnya korban bukan perbuatan tindak pidana penganiayaan.

Sebagaimana sebab akibat, sebab awal sebelum jatuhnya pelapor adalah karena diduga tingginya kecepatan motor yang dikendarai oleh pelapor itu sendiri sehingga mengakibatkan terjatuh. (shalokalindonesia.com/na)

Editor: Erma Sari, S. Pd

Iklan
Share:

Shalokal Indonesia

Shalokal Indonesia adalah media online dibawah PT Shalokal Mediatama Indonesia dengan kantor di Kalimantan Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *